15. Orang Ketiga POV




Desa Inahi adalah desa terpencil di provinsi Echigo. Desa yang bahkan tidak memiliki keistimewaan apapun yang bisa membuatnya dikenal atau diingat.

Namun, tempat itu adalah tempat tinggal terbaik dan paling nyaman yang jauh dari peperangan, dimana masalah terbesar yang harus dihadapi oleh mereka para penduduk desa, hanyalah hewan buas yang tinggal didekat permukiman dan bencana alam.

Tapi menjadi desa yang terpencil juga memiliki kekurangannya. Orang-orang yang bisa menduduki posisi penting di desa tidak benar-benar bisa diandalkan karena minimnya pengetahuan mereka.

Tabib hanya bisa mengobati luka kecil yang tidak parah, dan beberapa penyakit sepele lainnya. Lalu, karena tidak adanya samurai atau orang kuat yang pandai bertarung, para penduduk desa akan mengalami kesulitan dalam melawan serigala liar, bahkan beberapa kematian adalah hal yang lumrah atau bisa dipastikan saat pertarungan itu berlangsung.

??? : "Miho-chan. Kemana kamu akan pergi ?"

Miho : "Selamat pagi Ao baachan. Aku berniat untuk pergi ke hutan untuk mencari herbal."

Ao : "Lagi ?! Kamu tahu betapa berbahayanya itu ! Setidaknya bawalah seseorang bersamamu !"

Miho : "Semua orang sangat sibuk. Aku tidak ingin menganggu siapapun."

Ao : "Apakah kamu membawa sesuatu untuk pertahanan diri setidaknya ?"

Miho : "Aku membawa pisau dapur dari rumah."

Ao : "Baiklah. Hati-hati, dan jangan sampai masuk ke hutan terlalu dalam !"

Miho : "Aku mengerti, terimakasih."

Tidak ada hari tanpa bekerja, karena tanpa penduduk desa bertani di ladang, mereka yang tinggal tidak akan memiliki sesuatu untuk dimakan.

Meski pekerjaan tabib adalah jenis pekerjaan yang sangat dihormati, tabib harus mencari semua bahan-bahan itu sendiri.

Begitu pula dengannya, dia yang merupakan magang tabib saat ini dan merupakan calon pengganti gurunya, harus pergi ke hutan tidak terlepas dari apakah ada yang menemani atau tidak saat pergi ke hutan yang berbahaya.

Mengepalkan tangan kiriku di tali keranjang punggung, aku berlari sambil memakan bola nasi (onigiri) yang diberikan oleh salahsatu penduduk desa yang peduli.

Sebagai anak yatim piatu yang tidak begitu dekat dengan kerabat, aku diperlakukan dengan cukup baik meski tanpa orang dewasa yang melindungi dibelakang.

Bahkan gurunya yang merupakan satu-satunya tabib didesa mengangkatnya sebagai murid dan menjadikannya calon penerusnya.

Dengan semua kepedulian dan kebaikan para penduduk desa padanya, dia mampu bertahan. Sebab itulah, aku ingin membalas perbuatan baik mereka dengan menjadi tabib sebaik yang dia bisa, dan memberikan harga yang murah dengan belajar menanam herbal yang saat ini sedang dia lakukan.

Namun harapan baik tidak selalu berjalan sama baiknya.

Miho : "Apa yang harus ku lakukan ?! Sensei........"

Tidak seperti biasanya aku sangat tidak beruntung hari ini.

Meski memasuki hutan adalah hal yang berbahaya, namun nyatanya bertemu dengan hewan buas sangat jarang terjadi karena hewan-hewan cenderung akan tinggal di hutan selain bencana alam terjadi.

Tapi, dia benar-benar bertemu dengan serigala pintar yang menghalangi jalan kembali untuk kabur.

Panik dan takut. Namun, dia berhasil memanjat pohon dan selamat dari pengejaran serigala yang untungnya tidak langsung menerkam, dan memilih untuk mempermainkan ku. Memberikan kesempatan bagiku untuk menenangkan diri dan mencari solusi.

Sayangnya, tiga serigala yang kelelahan melompat-lompat tanpa hasil, memutuskan untuk menunggu dibawah dengan tenang.

Miho : "Tenang saja. Sensei pasti akan datang."

Berjam-jam telah berlalu, dari yang awalnya aku mengharapkan pertolongan dari penduduk desa, sampai akhirnya telah kehilangan harapan.

Benar-benar merasa putus asa.

Miho : "Aku...... Mungkin benar-benar akan mati hari ini."

Lelah dan lapar, meskipun aku tahu aku mungkin hanya akan berakhir mati, tapi aku tetap tidak ingin menyerah dan menyia-nyiakan semua penantian dan usaha yang telah ku lakukan.

Setidaknya, aku harap aku dapat melihat seseorang datang membantuku meski aku sudah dalam kondisi sekarat.

Aku tidak ingin mengakui bahwa tidak ada satupun penduduk desa yang mau pergi untuk mencari ku.

Berjam-jam pun berlalu.

Hingga langit telah berubah menjadi jingga, aku tetap mempertahankan posisi duduk di dahan pohon. Sedangkan, para serigala masih tidak kunjung pergi dan terus menunggu dengan sabar dan tanpa lelah.

Kaku akibat duduk dalam posisi yang sama dalam waktu yang sangat lama, aku pun menggeser posisi tubuhku yang sudah kelelahan sepanjang waktu.

Namun, berakhir dengan oleng dan jatuh dari pohon tempatku berlindung.

Saat aku pikir rasa sakit akan datang, dan jarak kematian hanya tinggal sejengkal. Suara burung dan berbagai hewan lainnya tiba-tiba muncul di tempat ini.

Lalu, aku merasakan kehangatan dari tangan yang memelukku dengan hati-hati serta tubuh lembut yang memiliki aroma yang menyenangkan.

Seperti beri dan buah-buahan liar manis yang bisa didapatkan di dalam hutan.

Setelah merasa aman, aku memaksakan diri membuka mata untuk melihat siapa orang itu, dan saat telinga panjang memasuki visi pengelihatan ku, aku dengan panik melepaskan diri dari pelukannya secara reflek.

Miho : "Y-Yokai ?!"

??? : "Tunggu. Aku bukan yōkai yang jahat."

Suara merdu yang belum pernah ku dengar sebelumnya, baru saja keluar dari mulut wanita itu.

Saat aku melihat secara jelas sosok di depanku, aku akhirnya dapat menyadari betapa indah dan menawannya makhluk yang baru saja ku panggil sebagai yōkai.

Meski aku tidak pernah melihat yōkai dan hanya mendengarkan cerita-ceritanya saja, tapi aku sangat tahu, bahwa dimana pun itu, tidak ada yang pernah menceritakan yōkai sebagai makhluk yang berpenampilan indah.

Meskipun ada, itu adalah rubah berekor sembilan, dan sosok didepan ku jelas tidak memiliki satupun ekor di belakangnya.

Miho : "Aku..... Maaf....."

Mendengar permintaan maaf dariku, sosok yang sebelumnya terlihat sedih dan kebingungan, segera berubah menjadi senyum penuh kebahagiaan.

Saat melihat perubahan itu, aku sangat bersyukur atas lemahnya kaki ini yang membuatku tidak bisa berlari segera setelah aku memiliki kesempatan.

Sekarang aku merasa semua penantian dan usaha yang ku lakukan sepadan dengan apa yang ku lihat sekarang.

Miho : "Namaku..... Namaku Takai Miho."

??? : "Senang bertemu denganmu Miho-san. Namaku Lyra Syldan, kamu bisa memanggilku Lyra."

Gerakan serta cara berbicaranya begitu anggun dan dia bahkan memiliki aura seperti seorang aristokrat.

Melihat itu, aku berpikir bahwa dia mungkin berasal dari kalangan bangsawan di alam yōkai.

Miho : "Anda bisa memanggilku Miho saja tanpa honorific, Lyra-sama."

Lyra : "Kalau begitu, kamu bisa memanggilku Lyra juga."

Miho : "Tidak. Itu sangat tidak sopan pada keagungan mu !"

Saking paniknya aku, aku sampai tidak bisa mengontrol volume suara yang ku keluarkan.

Miho : "Ma-maaf..... Saya tidak bermaksud......"

Mata yang sebelumnya begitu cerah seperti bintang yang berkelap-kelip di langit malam yang hitam, telah menjadi redup dikarenakan kelakuanku yang tidak sopan padanya.

Ini pertama kalinya dalam hidupku aku kecewa pada diriku sendiri.

Lyra : "Apakah kamu takut padaku ?"

Tunggu ?!

Apa ?

Miho : "Tidak..... Hanya saja. Ini pertama kalinya saya bertatapan langsung dengan bangsawan. Jadi, saya tidak bisa berpikir dengan jernih karena saking gugupnya."

Lyra : "Aku bukan bangsawan. Mau di sini atau di tempatku tinggal."

Meski aku tidak mempercayai hal itu, tapi aku tidak mengatakan apapun lagi karena mungkin saja beliau hanya tidak ingin membuatku merasa takut atau canggung saat berhadapan dengannya.

Betapa sosok yang begitu baik.

✧ʚ .·:*¨༺♡༻¨*:·. ɞ✧

Setelah saat itu aku menjadi sering sekali menemui Lyra-sama, dan beliau bahkan mengajariku banyak sekali hal. Dari pengobatan, cara membuat pupuk, menghilangkan hama, resep masakan yang belum pernah ada, hingga menghitung dan membaca berbagai bahasa.

Rasa terimakasih dan kekaguman saja tidak cukup untuk menjelaskan perasaan yang ku miliki padanya.

Meski aku sudah memiliki guru sendiri, namun aku lebih merasa Lyra-sama adalah guruku yang sebenarnya.

Apalagi setelah aku tahu bahwa semua orang ragu-ragu untuk pergi mencari ku ke dalam hutan saat itu.

Bukan salah mereka, mereka takut. Karena mereka memiliki keluarganya sendiri, aku tidak terlalu begitu kecewa. Tapi, guru yang hanya seorang diri bersamaku juga sama ragu nya dengan orang-orang lain yang tidak bisa ku terima dengan mudah.

Kami hanya hidup berdua dan saling mengandalkan satu sama lain, tapi dia ragu saat aku paling membutuhkannya saat itu.

Meski kecewa, beliau tetaplah sosok yang mengajari dan merawat ku, jadi aku hanya bisa menghela nafas dan berusaha melupakan itu.

Lyra : "Miho-chan, ada apa ?"

Miho : "Tidak, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong Lyra-sama, kenapa sepertinya saya tidak pernah melihat anda memakan daging samasekali sebelumnya ?"

Lyra : "Ya ampun nak, apa kamu tidak lihat semua hewan itu selalu di sisiku, menemani dan membantuku sepanjang waktu ?"

Miho : "Itu...... Benar."

Lyra : "Hewan dan tumbuhan adalah keluargaku, karena itulah aku menghormati dan mencintai mereka semua. Mengambil bagian dari tumbuhan untuk dimakan saja aku tidak bisa tanpa meminta maaf dan berterimakasih kepada mereka sebelum melakukannya."

Duduk di kursi kayu yang berukir dengan indah di halaman rumah Lyra-sama yang merupakan pohon raksasa, kekaguman ku padanya semakin meningkat pesat.

Miho : "Lyra-sama, apakah anda adalah dewi menunggu yang menjaga hutan ini ?"

Setelah mendengar ucapan ku, Lyra-sama tertawa lama sampai dia meneteskan air mata.

Aku tidak tahu apa yang lucu dari sesuatu yang sudah terlihat sangat jelas didepan mata. Siapapun juga akan memikirkan hal yang sama jika mereka berada di posisiku.

Lyra : "Aku bukanlah pencipta atau sosok yang hebat, hanya makhluk hidup biasa yang bisa mati karena usia atau terluka."

Waktu pun berlalu, saat aku akan pergi dari tempat itu, aku kembali melihat sorot mata kesepian di balik ekspresi lembut dan senyum di wajahnya.

Untuk hari ini, aku tidak lagi pergi dan mengabaikan hal itu karena takut terlalu mencampuri urusannya. Aku ingin mencoba memberikan uluran tangan yang sering ia berikan padaku tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Miho : "Lyra-sama. Apakah anda mau pergi ke desa tempatku tinggal ?"

Aku berharap akan semakin banyak orang yang mengetahui bahwa ada makhluk yang begitu lembut dan baik.

Meski manusia bukanlah makhluk yang bisa dipercaya, dan penuh dengan rencana berbahaya, aku tidak ingin dia terus merasa kesepian.

Meski terdengar sombong, aku akan berusaha untuk selalu melindunginya sejak hari aku menawarkan hal ini padanya.

Meski terdengar sombong, aku akan berusaha untuk selalu melindunginya sejak hari aku menawarkan hal ini padanya


Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan