16. Mengenai Orang Baru




Setelah tersesat di hutan dan berjalan selama beberapa jam, aku berhasil bertahan dengan portal yang menghubungkan ku dengan rumah pohon.

Pada awalnya, aku hanya terus bertahan di dalam rumah antar dimensi milikku, dan berharap agar bisa hidup disana untuk selamanya.

Bagaimanapun juga pembunuhan yang ditargetkan sebelumnya sudah mengakar kuat dalam ingatan hingga membuatku sangat trauma, apalagi setelah aku tahu bahwa aku tidak memiliki orang yang bisa ku percaya di tempat ini dan disaat ini, rasa takut hanya akan semakin menjadi-jadi.

Semakin dipikirkan, semakin aku takut untuk mencoba keluar, dan pada saat itu juga aku memutuskan untuk terus bertahan disana tanpa mencoba untuk mengintip dunia luar.

Sampai buah dan sayur di kebun habis, dan butuh waktu untuk mencapai fase panen berikutnya barulah aku mencoba melawan rasa takut ini dengan paksa.

Kehilangan sumber pangan yang menjadi satu-satunya penyokong hidupku sudah membuatku semakin putus asa, tapi memikirkan akan mati kelaparan, jelas bukan pilihan yang bijak untuk diambil hanya karena rasa takut semata.

Dengan jantung yang berdetak kencang, aku melangkah dengan gerakan yang selembut mungkin untuk meminimalisir suara yang dihasilkan oleh kakiku.

Tapi–

Lyra : "Ap–apa yang– ?!"

Hanya sesaat setelah keluar, dedaunan lebat di pepohonan dalam hutan tiba-tiba berdesir seperti tertutup angin.

Meski tempat ini terasa sejuk, angin semilir seharusnya tidak bisa menggerakkan dedaunan sampai ke tingkat yang seperti itu.

Lalu.

Tidak tahu bagaimana cara menjelaskan apa yang sedang terjadi, tapi pohon yang sebelumnya tegak lurus dan kuat di hadapanku tiba-tiba melengkung seperti merunduk, dan dahan yang kuat seperti tangan diarahkan langsung ke depan kaki seperti mengharapkan ku untuk menaiki.

Lyra : "Bolehkah aku naik ?"

Meski tidak yakin dengan apa yang terjadi, aku memilih untuk mengikuti arus sampai bisa mengerti sebelumnya memutuskan apakah akan meneruskannya atau memilih untuk kembali.

Lalu, seperti menjawab pertanyaan, daun yang berdesir dari pohon itu memberikanku perasaan seperti persetujuan.

Dengan kaki yang terangkat, aku menginjak dahan yang sudah dipersembahkan, dan perasaan seperti gravitasi yang berubah dari bumi ke dahan merupakan perasaan baru yang belum pernah terjadi dalam hidup ini.

Sungguh, tidak hanya peristiwa supranatural dari pergi isekai, sekarang bahkan hukum gravitasi telah berhasil digantikan.

Lyra : "Isaac newton akan menangis saat melihat ini."

Pohon yang membawaku melengkungkan dirinya dan mengoper ku ke pohon lain terdekat, dan setelah salahsatu kakiku mengambil langkah ke dahan di pohon lain, titik gravitasi kembali berubah lagi.

Dan terus begitu sampai mereka mengoper ku ke lokasi dengan pohon buah yang sudah matang, sebelum mengarahkan ku kembali ke atas tanah.

Lyra : "Ini..... Bisakah aku memakan buah ini ?"

Pohon buah itu langsung melengkung seperti pohon-pohon sebelumnya, dan mengarahkan buah dengan warna paling indah dan segar padaku.

Sangat jelas sekali apa yang di isyaratkan.

Mengambil satu buah persik yang paling besar dan matang, aku mengambil botol air yang ada di tas pinggulku dan mencucinya lebih dulu.

Awalnya, aku ingin mengupas kulit dengan pisau buah, tapi mengingat bahwa buah ini tumbuh dari pohon yang hidup di alam, dan zaman ini mungkin bahkan belum menemukan suatu zat yang disebut dengan pestisida, aku pun langsung mengigit, dan merasakan kenikmatan dari rasa manis dan berair dari daging buah yang meluap dalam mulutku.

Dan setelah menarik nafas sebentar.

Lyra : "betapa aroma surgawi !"

Setelah menghabiskan satu, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memakannya lagi, dan meminta kepada pohon yang terlihat bahagia entah bagaimana setelah aku menanam bijinya dengan hati-hati di tanah.

Lalu, saat dia melengkungkan dirinya sekali lagi, kali ini aku tidak hanya mengambil buah, dan langsung menaikinya karena agak khawatir pada kayu yang mungkin patah karena mereka tidak seharusnya ditekuk hingga melengkung sampai seperti itu.

Lyra : "Bolehkah aku mengambilnya sendiri seperti ini ?"

Setelah mendapatkan persetujuan, aku langsung mengambil dan memakannya langsung saat duduk di atas dahan tanpa lupa menyimpan benih yang harus ditanam sebagai bayaran.

Lagipula, tidak ada yang gratis di dunia ini.

Bahkan jika ada, kamu tidak boleh menjadi tidak tahu diri dengan tidak membayarnya kembali. Entah bagaimana caranya, kamu setidaknya harus membayar dengan cara lain semampu yang kamu bisa.

Kenyang. Aku meminta untuk diturunkan.

Namun, entah apakah karena aku yang terlalu fokus pada makanan atau aku saja yang tidak peka pada sekitar, berbagai jenis hewan telah menungguku di bawah sana.

Dari rusa jantan dengan tanduk bercabangnya, kelinci hitam dan putih, rubah, tupai dan–

Lyra : "......... Hahaha....... Aku mungkin jelmaan dari putri disney."

Berbagai jenis burung yang hinggap di dahan pohon terdekat sedang memandangiku bersamaan.

Saking tenangnya mereka, aku mungkin tidak akan menyadari bahwa ada makhluk kecil yang sedang mengawasi dari balik dedaunan pohon.

Segera, setelah aku terpesona, makhluk kecil berwarna kuning yang entah datang dari mana terbang mendekat.

Lyra : "Kya !!!"

Dengungan dari lebah madu di samping telinga seketika membuatku gemetar ketakutan.

Tidak peduli apa, lebah adalah makhluk dengan sengatan yang menyakitkan, ketakutan saat berada didekat mereka itu bisa dibenarkan.

Namun ....

Lyra : "Ada apa denganmu ?"

Lebah itu terus berdengung tanpa henti, dan saat tanganku yang memeluk pohon hampir menamparnya, pemandangan dari satu koloni lebah yang membawa sarang madu dengan susah payah segera menarik perhatianku.

Gerakan mereka yang terus naik dan turun seperti akan jatuh begitu menyedihkan.

Melihat mereka sangat bersusah payah untuk wanita yang ketakutan dan nyaris menampar salahsatu dari mereka, benar-benar menarik simpati yang paling dari mereka yang mempunyai hati.

Meski takut dengan segerombolan lebah yang menekan tombol sirine bahaya milikku, aku terus bertahan menahan ekspresi wajah tabah saat mereka semakin mendekat untuk memberikan madu milik mereka.

Lyra : "Apakah itu untukku ?"

Dengan 'buzzz buzzzz' dari mereka yang sangat bahagia, aku pun menerima sarang madu dengan rasa malu dan terimakasih.

Malu karena hampir menyakiti lebah pertama yang ku temui, dan terimakasih karena madu adalah sesuatu yang berharga hutan ini.

Lyra : "Terimakasih kalian. Mungkin..... Mungkin aku bisa menanam berbagai jenis bunga di sekitar sarang kalian. Itupun, jika kalian berkenan."

Dan hari itu aku diajak berkeliling hutan oleh hewan-hewan disekitar.

Dari lokasi dengan tanaman yang bisa dimakan, sungai, hingga sarang dari setiap hewan yang mengikutinya.

Selain burung-burung pemalu yang hanya memperhatikan dari kejauhan, semua hewan lain sangat aktif mendekatinya. Bahkan ular dan kelinci tidak saling bertengkar saat dia ada di sana.

Sampai, waktu pun berlalu.

Aku sudah kehilangan hitungan berapa lama aku menjebak diriku sendiri di hutan ini tanpa mencoba untuk mencari pemukiman.

Karena wajah dan bentuk tubuh lebih sulit disembunyikan daripada telinga mencurigakan, aku yang terlalu paranoid tidak mau mencoba-coba sesuatu yang tidak pasti.

Dunia ini tidak memiliki polisi yang bisa dihubungi saat kamu memerlukan bantuan, jika terjadi kesalahan dan aku diculik oleh pihak yang tertarik pada penampilan, maka endingnya pasti tidak akan baik.

Akhirnya aku terus mengundur-undur rencana keluar.

Bagaimanapun juga, aku sangat aman di hutan ini.

Bahkan para karnivora cenderung menonton dari kejauhan dan tidak terlalu berdampak pada hidupku, tidak menggangu juga tidak membantu, bisa dibilang mereka hanyalah pengamat di hutan ini bersamaku.

Dan begitulah, aku pikir aku bisa hidup seperti ini sampai beberapa saat lagi, setidaknya itulah yang ku harapkan, sampai pada akhirnya ketakutan ku telah benar-benar terjadi. Aku mulai stress akibat tidak memiliki siapapun untuk diajak berkomunikasi.

Meski para hewan bisa mengerti apa yang ku katakan, ini tidak seperti aku bisa mengerti bahasa mereka. Bagaimanapun hewan tidak bisa menggantikan manusia dalam hal interaksi.

Tapi untungnya keberuntungan tidak benar-benar meninggalkanku, karena aku berhasil menemukan anak manusia di kedalaman hutan yang agak dekat dengan tempatku. Tanpa memikirkan pro dan kontra dari menyinggung koloni serigala, aku mencuri mangsa mereka.

Sejujurnya aku takut akan balas dendam dari mereka, tapi–

??? : "Y–Yokai ?!"

Air mata penuh ketakutan mengalir di pipinya dengan sangat deras.

Dia pasti benar-benar takut pada serigala–

Tunggu ....

Apa yang dia katakan barusan ?

Lyra : "Tunggu. Aku bukan yōkai yang jahat."

Hebat !

Sekarang tanpa sadar aku bahkan sudah menerima identitas baruku sebagai yōkai.

Maksudku, kenapa tidak ?

Bahkan jika aku mencoba memperjuangkan kedudukan ku sebagai ras manusia, tidak akan ada yang percaya.

??? : "Aku..... Maaf....."

Mendengar permintaan maaf darinya, kesedihanku sebelumnya segera berubah menjadi senyum penuh kebahagiaan.

Miho : "Namaku..... Namaku Takai Miho."

Lyra : "Senang bertemu denganmu Miho-san. Namaku Lyra Syldan, kamu bisa memanggilku Lyra."

Miho : "Anda bisa memanggilku Miho saja tanpa honorific, Lyra-sama."

Lyra : "Kalau begitu, kamu bisa memanggilku Lyra juga."

Miho : "Tidak. Itu sangat tidak sopan pada keagungan mu !"

Gadis kecil itu terlihat sangat panik, dan aku agak sedih karena merasa dia mungkin takut padaku.

Miho : "Ma–maaf..... Saya tidak bermaksud......"

Lyra : "Apakah kamu takut padaku ?"

Tanpa sadar aku menyentuh telinga panjang yang masih terasa asing.

Telinga palsu yang menyatu ini benar-benar telah sepenuhnya mengubah hidupku.

Miho : "Tidak..... Hanya saja. Ini pertama kalinya saya bertatapan langsung dengan bangsawan. Jadi, saya tidak bisa berpikir dengan jernih karena saking gugupnya."

Bangsawan ?

Apakah aku terlihat seperti salahsatu dari mereka ?

Meski tidak yakin, aku hanya bisa menerima fakta bahwa mungkin saja para bangsawan terlihat tampan atau cantik mengingat ini adalah dunia game.

Mereka yang penting cenderung memiliki paras rupawan, yang berbeda dengan fitur peran figuran.

Lyra : "Aku bukan bangsawan. Mau di sini atau di tempatku tinggal."

Setelah kejadian itu, aku dan Miho-chan sering melakukan pertemuan rahasia.

Kenapa disebut rahasia ?

Jawabnya karena Miho menyembunyikan kehadiranku dari semua orang di desanya.

Meski sedih, aku tahu bahwa dia melakukannya demi diriku sendiri, jadi aku sangat berterimakasih padanya yang peduli bahkan pada makhluk dengan ras yang berbeda (meski aku juga sebenarnya manusia).

Miho : "Lyra-sama. Seperti apa dunia yōkai itu ?"

Lyra : "Eh ?"

Miho : "Ji–jika anda berkenan, saya ingin lebih mengenal anda."

Melihat matanya yang tulus, aku sebenarnya ingin jujur, tapi penjelasan yang akan ku berikan mungkin akan terasa lebih seperti dongeng daripada dongeng itu sendiri.

Jadi, meski aku sebenarnya sangat ingin menceritakan mengenai diriku sendiri, aku terpaksa menceritakan kepadanya kisah Lyra Syldan yang lebih cocok dengan identitas ku saat ini.

Lyra : "Dunia yang indah, setidaknya untuk sebagian yang hidup di sana. Sama seperti dunia ini."

Miho : "Apakah sistem stratifikasi sosial juga ada di tempat itu ?"

Mengingat si kaya dan si miskin, aku pikir itu hampir sama meski dengan cara yang agak berbeda, dan sedikit lebih diperhalus agar mudah diterima.

Lyra : "Ya."

Miho : "...... Begitu. Sama saja mau di dunia manapun."

Lyra : "Benar...... Aku sebenarnya cukup berharap saat pertama kali datang ke tempat ini."

Penyesalan bisa terdengar dengan jelas dari ucapan dan nada suara yang secara otomatis ku buat tadi.

Seperti biasa, tubuhku bisa secara tiba-tiba memasuki mode autopilot, dan hebatnya, aku sudah tidak lagi terkejut saat hal itu terjadi.

Mata kami berdua terjalin.

Hingga Miho membuka dan menutup mulutnya dengan ragu-ragu, aku pun sedikit mendorongnya karena hal itu membuatku merasa semakin ingin tahu.

Lyra : "Tidak apa-apa, katakan saja."

Miho : "Lyra-sama. Apakah anda mau pergi ke desa tempatku tinggal ?"

Lyra : "Ap– kenapa tiba-tiba ?"

Miho : "Aku berharap akan semakin banyak orang yang mengetahui bahwa ada makhluk yang begitu lembut dan baik."

Miho yang duduk diseberang ku, tiba-tiba berdiri dan berlutut tepat disamping tempat dudukku.

Dan diam adalah satu-satunya yang bisa kupikirkan pada saat itu.

Miho : "Saya bersumpah akan melindungi anda dengan segala cara. Bahkan jika itu harus mengorbankan nyawa."

Walaupun kedengaran seperti omong kosong, aku bisa melihat kegigihan dalam matanya, dan itu tidak main-main.

Bahkan sebenarnya aku sendiri tidak tahu apa yang membuatnya menjadi sebegitu fanatiknya padaku. Tapi, jaminan yang penuh kesungguhan seperti kata-kata sumpah yang tidak dapat dihapuskan.

Lyra : "Um.... Aku percaya padamu."

Mengenang setiap prilakunya yang sangat memujaku selama ini, jelas membuat ku memberikan lebih banyak kepercayaan kepadanya.

Jadi, jangan mengecewakan ku Takai Miho, karena kepercayaan untuk yang kedua kalinya akan terlalu sulit untuk dikembalikan lagi.

┗━━━━✦❘༻༺❘✦━━━━┛


Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan