31. Dua Orang Yang Sama
Makanan sudah ada di atas meja, dan Roro berdiri di meja untuk mengatur sumpit. Ketika dia sedikit membungkuk, rambutnya yang kebetulan tidak disanggul berayun ke depan, membuat pemandangan yang tampak sangat memukau.
Roro tidak bisa menahan tawanya saat melihat Gaara tersipu malu karena kepergok sedang memandanginya.
"Ada apa Gaara-kun ?"
"....... Tidak..... Bukan apa-apa."
Melihat kelembutan dan kilauan setiap helai rambut Roro, Gaara tidak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi.
Selama ini dia hanya melihat rambut saudara perempuannya yang disanggul dan dihiasi dengan aksesoris indah, namun setelah melihat betapa menawannya dia dengan rambut yang tergerai, Gaara menyesal bahwa dia tidak bisa melihatnya seperti ini untuk seterusnya.
"Apakah mustahil untuk tidak menggunakan aksesoris kepala itu lagi ? Maksudku..... Kelihatannya agak merepotkan selalu memakainya bukan ?"
Roro juga tidak nyaman dengan aksesoris yang begitu ramai di kepalanya, namun tidak seperti dia memiliki pilihan. Tanpa aksesoris cunduk mentul dan ronce melati, level pasif skill yang membawa kesuburan akan menurun jika hanya pakaiannya saja yang dia kenakan.
Alasan dia bisa melepaskannya saat ini hanya karena tingkat kesuburan tanah di sekitar rumahnya sudah cukup tinggi dan butuh waktu yang agak lama untuk kembali seperti semula, jadi dia yang sudah lelah pun memutuskan untuk istirahat selama beberapa saat.
Tapi, jika melepaskan aksesoris itu untuk seterusnya, jelas–
"Tidak mungkin." Roro menyela dengan cepat.
Melihat sedikit kekecewaan di wajah Gaara, Roro berusaha untuk menjelaskan sebisa mungkin untuk membuatnya mengerti betapa pentingnya aksesoris itu, lebih dari hanya sekedar hiasan untuk mempercantik penampilan.
"Gaara, sayangku. Kamu tahu, aksesoris itu hampir sama seperti topi kage milik ayahmu. Bedanya, milikku diciptakan tidak hanya untuk sekedar simbol pemimpin atau gelar saja, itu juga memiliki kekuatan untuk memperkuat kemampuanku. Bisa dikatakan itu hampir setara dengan perisai."
Set Dewi panen tidak termasuk dalam tipe serangan, dan merupakan bagian dari pertahanan. Biasanya dipakai oleh mereka yang menjadi ahli strategi yang akan mengatur serta membuat base camp.
Setiap tanaman dan hewan yang hidup disana adalah senjata serta tameng yang akan menyerang dan melindungi pemilik dari musuh.
Hanya saja, menggunakan set pakaian yang tidak lengkap akan membuat gelarnya sebagai Dewi panen turun menjadi penjaga hutan. Alih-alih dilindungi, dia justru dituntut untuk melindungi. Karena itulah mereka yang tidak memiliki set pakaian yang lengkap cenderung akan menolak untuk memakainya di hutan yang tumbuh karena Dewi panen untuk alasan apapun.
"Maaf. Aku tidak tahu aksesorisnya ternyata sepenting itu."
"Tidak apa-apa. Lagipula mendapatkan dukungan dari aksesoris tidak lah wajar, itu normal untuk tidak mengetahuinya."
Mencoba mengalihkan pembicaraan barusan, Roro pun mengajak Gaara untuk mulai makan malam mereka.
Melihat beberapa hal yang baru di atas meja, Gaara yang penasaran, mengambil salahsatunya dengan sumpit dan mulai mencoba mencium baunya.
"Apa sesuatu yang gelap ini ? Baunya aneh dan tidak seperti sesuatu yang aku tahu."
Sangat banyak rempah membuat aroma yang khas, berbeda dengan jenis makanan yang bisa dia makan.
Namun meski dia tidak terbiasa dengan baunya, lambat-laun dia mulai menjadi sangat lapar hanya dengan menciumnya.
"Ini rendang."
"Endang ?"
Entah karena tidak terbiasa atau salah dengar, Gaara telah berhasil mengubah nama makanan menjadi nama orang.
"Bukan Endang, yang benar Rendang. Jangan hilangkan 'R' di depan."
"Rendang ?"
"Ya~ !"
***
Berbeda dengan Roro dan Gaara yang sedang bersenang-senang melakukan interaksi bahagia sambil menikmati makan malam, Jiyuu baru saja kembali dari perjalanan jauhnya, sambil membawa kembali satu anak Uzumaki beserta bonus tiga anak yang sudah seperti keluarga bagi bocah itu.
Kembali dengan pesta penyambutan yang selalu sama, Jiyuu sebenarnya sudah cukup bosan, namun dia sadar betapa pentingnya hal ini untuk pendatang baru. Perasaan disambut akan membuat mereka merasa lebih diterima, dan akhirnya mau tidak mau dia juga harus terlihat menikmatinya demi orang-orang itu.
"Jiyuu-san, anda berhasil membawa satu lagi orang dari clan kita."
Mata merah Sera melihat langsung mata ice blue milik Jiyuu saat dia bicara.
"Anak-anak itu sangat bahagia mengetahui bahwa kehadiran mereka diterima dengan baik."
"Bagus, karena itulah yang memang diinginkan."
"Apakah anda tidak lelah ?"
Jiyuu hanya tetap diam, menunggu apa yang benar-benar ingin dikatakan oleh Sera kepadanya.
"Anda menempatkan diri anda sendiri dalam situasi yang berbahaya terus menerus. Menyelinap ke negara lain sambil membawa kembali orang-orang jelas bukan hal yang mudah. Itu sangat mengagumkan, sungguh. Tapi, semua orang khawatir dan ingin berbagi beban bersama dengan anda juga. Jadi, tolong cobalah untuk lebih mempercayai kemampuan kami."
Sera yang sebelumnya lemah lembut dan tidak berani untuk menuntut apapun, kini sedang mengharapkan kepercayaan darinya.
Sebagai seorang pemimpin, setidaknya itulah yang semua orang di Uzushio sepakati, dia sangat senang dengan kemajuan ini.
Akan buruk jika tidak ada yang mau berinisiatif untuk melakukan apapun dan hanya tahu bagaimana menerima segala yang terjadi.
Tapi–
"Kalian belum terlatih, dan selama ini Hae-In hanya mengajarkan kalian fūinjutsu. Meski darah clan Uzumaki memberi kalian banyak keuntungan, itu tidak membuat kalian tak terkalahkan. Bahkan dengan pengalaman kalian sekalipun, sebagai keluarga dan pemimpin aku hanya akan memberikan izin saat persiapan sudah matang."
Melihat kesedihan dan kekecewaan mereka, Jiyuu langsung berusaha mencari alasan yang bisa lebih diterima.
"Bukan karena tidak percaya. Aku hanya tidak ingin posisi tepatnya desa kami sampai diketahui mau apapun alasannya. Mengingat masalalu pembantaian yang terjadi pada Uzushiogakure, aku harap kamu dan semua orang mengerti alasan dari pertimbangan ku ini."
Sera dan orang-orang yang mendengarnya cukup mengerti dengan apa yang ingin disampaikan oleh kepala clan mereka.
Ya, kepala clan. Tapi sayangnya Adelia bahkan tidak pernah tahu bahwa dia sudah dinobatkan.
Meski sebelumnya mereka tidak peduli pada warisan clan nya sebelum saat ini, mereka sedikit banyak telah mendengar sejarah yang telah terjadi.
Dan fūinjutsu jelas adalah teknik yang sangat kuat dan cenderung dinilai sebagai berbahaya bagi musuh maupun orang yang tidak berkelibatan dengan dunia shinobi sekalipun.
Setelah mereka mempelajarinya lebih dalam, mereka bahkan tahu bahwa fūinjutsu sangat fungsional, dan hampir tidak memiliki batasan.
Menurut yang mereka baca dari sisa-sisa peninggalan yang telah digali oleh Jiyuu dan Hae-In, alasan pembantaian saat itu terjadi mungkin karena adanya penghianat di antara clan Uzumaki mereka. Karena dengan segel pengaman yang berlapis-lapis, hampir tidak mungkin bagi Uzushiogakure untuk hancur tak bersisa seperti sekarang.
Mereka seharusnya sudah diperingatkan sebelumnya, atau setidaknya meski memang tidak sanggup melawan, mereka bisa bertahan hingga desa Konoha datang membawa bantuan.
Namun meski dua desa itu beraliansi, bantuan entah mengapa datang sangat telat, dan Uzushiogakure hancur begitu cepat. Sangat cepat seakan-akan tidak pernah terjadi perlawanan dari pihak mereka.
Meski hanya kecurigaan, ini bukan tanpa alasan.
Tapi, keuntungan apa yang akan didapatkan oleh si penghianat ?
Dengan bagaimana orang itu bisa menonaktifkan segel pengaman, seharusnya posisi dan kemampuan miliknya cukup kuat.
Memikirkan hal-hal di atas, berbagai teori konspirasi mulai bermunculan di kepala orang-orang dari clan Uzumaki.
Dan Jiyuu yang hanya mencari alasan agar tidak perlu repot-repot mengajarkan orang-orang itu cara bersembunyi dan berkelahi, mengingat dirinya sendiri bukanlah ahli, sangat bangga dengan alasan yang terdengar tinggi.
Hae-In sebagai guru tanpa gaji dan bahkan harus membantu memimpin desa saat Jiyuu berpergian, mendengar pikiran rekan setim babi yang sangat menyebalkan, hanya ingin membanting meja dan melepaskan tangung jawab yang menyesakkan.
'1 tahun !'
Bentak kan Tia di dalam kepala Adelia, membuatnya terkejut dan dengungan di akhir cukup terasa sangat menggangu.
'Eh.... ? Apa yang satu tahun ?'
'Selama satu tahun ini kamu dilarang pergi, dan hanya akan berlatih denganku disini sambil membantu mengurus desa yang sudah semakin besar ! Kau tahu, sudah berapa banyak hal yang perlu diurus menumpuk disini saat kamu sedang berpergian ?!'
Kebanggaan hilang bersama kebebasannya.
Jiyuu akhirnya memulai karirnya sebagai pemimpin desa dan kepala clan yang baik mulai saat itu.
***
Di desa Konoha, pertarungan Hasina dan Danzo seakan-akan tidak pernah terjadi.
Semua kekacauan itu berlalu begitu saja tanpa ada yang berusaha memulainya kembali.
Danzo entah bagaimana menjadi tenang, dan Hiruzen sebagai Hokage yang sangat mementingkan hubungan persahabatan dengan rekannya dulu juga sama diamnya.
Saat Hasina yang penuh kecurigaan ingin memata-matai, Tomo hanya duduk diam berjemur di bawah sinar matahari, tanpa terlihat tertarik atau membuat komentar sekalipun.
"Hebat, kamu bahkan tidak khawatir Tomo-chan~"
"Untuk apa ?"
"Untuk– kamu serius ?"
Tia mengubah tampilannya menjadi gadis bertelinga kucing dan menepuk kepala Hasina yang sedang duduk.
Jelas tampilannya masihlah anak-anak, namun Adelia merasakan sensasi campur aduk antara aman dan kelegaan yang aneh saat ini.
"Cukup sekali sebagai pembelajaran. Aku tidak ingin kamu dipaksa untuk membunuh lagi dan mengorbankan kewarasan terakhir yang masih kamu pertahankan."
Adelia selalu memposisikan dirinya di hadapan semua orang sebagai ibu ataupun saudara perempuan yang bisa diandalkan, namun saat ini dia sangat ingin mengandalkan Tia meski hanya sebentar.
"Jangan terlalu banyak berpikir, dan tetaplah berpegang teguh pada prinsip dan moral yang kamu miliki. Soal hal-hal kotor, biarkan yang sudah kotor untuk mengurusnya."
"Apa maksudnya itu ?! Aku juga ingin–"
"Sssst~"
Jari telunjuk Tia menekan bibir Adel untuk menghentikannya terus berbicara.
"Kamu mungkin lupa, tapi aku sebenarnya jauh lebih tua."
Benar.
Meski dalam hal mental Hasina lebih dewasa, namun dari segi umur Tia jauh lebih tua darinya.
"Aku tahu sifat keibuan mu tidak bisa menerimanya, tapi hal semacam itu adalah spesialis ku. Aku sudah terbiasa dengan hal itu."
Untuk kedua kalinya Hasina melihat ambisi Tia yang telah lama tidak dia lihat sejak kesepakatan saat itu terjadi.
Namun, ambisinya saat ini terlihat berbeda.
Hampir seperti–
"Jadilah matahari yang terus bersinar, dan aku akan menjadi bayanganmu yang menjaga cahaya tetap terang."
Bercampur dengan obsesi.
Dua emosi yang kuat itu cukup menakutkan, namun sangat mempesona.
Pesona yang tidak semua orang mampu memahaminya.
Dan Adelia yang juga memiliki dua emosi itu, merasakan apa arti memiliki seseorang yang sama dengannya.
╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝
Comments
Post a Comment