15. Simbol Dari Kegagalan
Berada di kuil Naka, yang bertempat di distrik clan Uchiha, Itachi dan Shisui berhasil membawa pemimpin clan mereka untuk melakukan diskusi rahasia.
Diskusi yang akan menentukan masa depan clan mereka.
"Jadi. Apa yang ingin kalian diskusikan ?"
Mata onyx Fugaku mengamati dua remaja yang merupakan shinobi hebat dan kebanggaan dari clan nya. Dia sudah memperkirakan, bahwa mereka mungkin telah menyadari adanya sesuatu yang salah dan berusaha untuk menghentikannya.
Sebagai seorang ayah, Fugaku sangat ingin membantu dan mendukung putranya, Itachi. Tapi, sebagai seorang pemimpin clan, dia tidak bisa mengabaikan tanggungjawabnya dengan condong ke keluarganya sendiri.
Saat dia sedang kebingungan memutuskan pilihan, apa yang telah diceritakan oleh Shisui telah berhasil membuatnya kesal dan melupakan kebingungan yang barusan mengganggunya.
"Apa kalian tidak sadar, jika kita semua pergi dari desa Konoha begitu saja maka clan Uchiha akan dicap sebagai shinobi pelarian ?!"
Dia tidak percaya bahwa dua shinobi hebatnya tidak mengetahui hal itu. Satu-satunya alasan mereka tidak memikirkannya, mungkin karena mereka telah dicuci otak atau sesuatu yang serupa.
Meski Itachi adalah anak yang jenius, dia tetaplah anak-anak. Anak-anak adalah yang paling mudah untuk dimanipulasi.
Wanita rubah itu, dia berbahaya.
Jika kita menuruti apa yang dia rencanakan, maka clan Uchiha tidak hanya akan menjadi ninja pelarian, tapi juga harus hidup menyendiri, menyembunyikan identitas mereka dan perlahan-lahan menghilang dari dunia.
"Tapi Tou-san !"
"Diam ! Itu bukanlah keputusan yang bijak, Itachi. Ingat ! Kamu adalah calon penerus pemimpin clan Uchiha. Hidup dan masa depan clan ada dipundak mu, jadi kamu tidak bisa dengan sembarangan membuat keputusan !"
Menghela nafas berat, Fugaku menepuk pundak putranya dan berbicara dengan nada yang tidak menerima sedikitpun penolakan.
"Semua untuk kebaikan clan, karena tanpa clan kita semua bukanlah siapa-siapa. Keegoisan tidak bisa ada, hal semacam itu tidak akan pernah bisa diterima."
Fugaku tahu betapa lembut putranya, karena kelembutan itu adalah kesalahannya. Meski dia tidak pernah bisa mengerti putranya, namun untuk beberapa hal dia masih bisa mengikuti pemikirannya.
"Aku tahu kamu tidak menginginkan perang saudara yang akan menewaskan banyak orang. Tapi–"
"Selama desa mengalami perang saudara, desa lain tidak akan mungkin menjadi cukup baik untuk menunggu Konoha menyelesaikan masalah dan membiarkannya kembali stabil seperti semula. Desa lain pasti juga akan datang untuk berpartisipasi. Terlebih lagi mengingat Hi no Kuni yang selalu lebih unggul dari negara lain, mereka tidak akan mau melepaskan kesempatan seperti itu."
Itachi yang biasanya menjadi anak sopan dan penuh hormat, telah menyela ucapan ayahnya untuk yang pertama kalinya.
Dia sadar betul bahwa Uchiha sangat tidak diuntungkan dalam pertukaran ini.
Meski mendapatkan pulau sendiri terdengar seperti sesuatu yang luar biasa, tapi hidup menyendiri tidaklah semudah yang dibayangkan.
Selain segala hal yang harus dilakukan sendiri tanpa mendapatkan bantuan orang luar, tempat yang masih belum diketahui besarnya jelas akan menyulitkan hidup dimana pertanian dan peternakan terpaksa dilakukan oleh orang-orang mereka sendiri, yang berarti pembagian tempat harus dilakukan dengan sangat ekstra hati-hati.
Bahkan kelahiran anak juga harus diawasi agar krisis tempat tinggal tidak sampai terjadi.
"Sebenarnya, kemungkinan bagi clan kita untuk berhasil dalam kudeta ini tidaklah besar dan justru cenderung mengarah pada kegagalan. Meski Uchiha kuat, tapi di desa ini juga memiliki banyak clan kuat lainnya. Setelah semua, sekuat apapun orang-orang dari clan Uchiha, mereka semua tetaplah manusia. Mereka tidak kekal dimana mereka bisa terluka dan mati pada akhirnya."
Mendengar ucapan menggebu-gebu dari Itachi yang tiba-tiba, tidak hanya Fugaku, tapi Shisui yang selama ini memilih untuk diam dan hanya mengamati juga terkejut hingga rahangnya tidak mampu menutup.
Namun, saat Shisui mengalihkan pandangannya pada pemimpin clan mereka, dia menjadi terkejut untuk yang kedua kalinya, dan membuat senyum tulus yang sangat lega setelahnya.
Fugaku, yang sebelumnya menentang keras saran mereka, telah membuat ekspresi ragu-ragu. Setelah mendengar pro dan kontra, dia juga mulai tidak yakin dengan keputusannya dan mulai mencoba untuk memikirkan cara lainnya.
Bagaimanapun juga, Fugaku bisa menjadi pemimpin clan bukan hanya sekedar karena dia berasal dari garis keturunan keluarga utama. Seseorang bisa diterima sebagai pemimpin jika dia mampu membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang baik, bisa melalui kekuatan atau mendapatkan kepercayaan dari semua anggota clan.
Disisi Fugaku, dia merupakan pemimpin yang mendapatkan kepercayaan dan penghormatan tertinggi dari setiap orang di clan karena sifatnya yang sangat loyal terhadap clan nya, hal ini memberikan kenyamanan bagi clan Uchiha untuk memberikan posisi itu secara sukarela tanpa adanya pertikaian antara anggota sesama clan.
"Aku..... Akan memikirkannya terlebih dahulu."
Keluar dari kuil dan meninggalkan dua remaja itu, Fugaku yang telah berhasil memasang kembali ekspresi tegas diwajahnya seperti semula telah berjalan dengan cepat, dan hampir terlihat seperti dia sedang melarikan diri.
Menghela nafas lega, Shisui menjadi lebih santai. Meski pemimpin clan mereka hanya berkata untuk memikirkan terlebih dahulu, tapi itu sudah jauh lebih baik daripada penolakannya yang tegas sebelumnya.
"Mungkin masih ada harapan."
"Un...... Ku harap."
"Kamu tidak terlihat baik Itachi ?"
"Tou-san pada akhirnya pasti akan menanyakan pendapat semua orang. Meski itu adalah sifat yang baik, tapi....."
"Pasti ada rasa ketidak seimbangan yang dirasakan oleh semua orang. Uchiha telah diasingkan tanpa alasan dan bukti yang jelas, tapi pada akhirnya merekalah yang harus pergi dan menyembunyikan diri."
"Ya, meskipun setidaknya itu jauh lebih baik daripada memberikan perintah tanpa memberikan penjelasan apapun. Semua orang akan lebih tidak puas nantinya jika dia sampai melakukan itu."
"Benar......"
***
Disaat dua remaja telah berhasil melewati permasalahan utama mereka, kini giliran Roro yang harus menyelesaikan masalah besarnya. Karena sedikit saja dia membuat kesalahan, dia kemungkinan besar akan diusir demi keamanan anak senjata hidup mereka.
'Aku ingin marah, tapi aku tidak punya hak untuk marah. Menyebalkan !'
Meskipun Gaara sudah mengatakan bahwa dialah yang berinisiatif sendiri untuk menemui Roro, namun kecurigaan orang-orang terhadapnya tidak bisa dengan mudah dihilangkan.
Apalagi setelah melihat secara langsung ketergantungan anak itu yang setara dengan Yashamaru yang merawatnya sedari bayi.
Roro yang tiba-tiba muncul entah darimana dan mendapatkan kepercayaan anak itu dengan cepat, jelas sangat mencurigakan.
"Jadi, apa alasan anda mendekati anak terpenting didesa kami, Roro-san ?!"
"Anak itu bukanlah anak yang bisa kamu dekati dengan mudah !"
"Serius...... sejujurnya aku hanya tidak mengerti. Kenapa kalian memberikan sesuatu yang kalian benci dan takuti pada anak yang tidak bersalah itu ?"
Roro berkedip dengan sorot mata sedih, ini bukan acting dan benar-benar murni kesedihan yang tidak berusaha dia sembunyikan.
Dia ingin membantu anak itu, tapi dia sendiri tidak percaya dia bisa melakukannya.
Akhirnya satu-satunya yang hanya bisa dia lakukan adalah dengan menyodok hati nurani mereka untuk membangkitkan rasa bersalah. Dia harap sisi kemanusiaan mereka tidak sepenuhnya hilang dan terlupakan.
"Dia tidak pernah berharap untuk dilahirkan, dia tidak pernah meminta untuk dilahirkan bersama makhluk yang kalian semua benci. Anak itu bahkan tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih keluarga mana dia akan dilahirkan. Hanya karena ambisi dan keegoisan, aku tidak menyangka bahwa manusia benar-benar bisa mengorbankan seorang anak tanpa rasa bersalah. Kalian mengatakan betapa pentingnya dia namun terus membencinya, betapa tidak adilnya itu ?"
Perlahan-lahan, setiap kata yang diucapkan oleh Roro telah berhasil membuat semua yang mendengarnya merasa sangat tidak nyaman.
Mereka tidak pernah berpikir akan ada hari dimana mereka dipaksa untuk menanggung beban sebagai manusia yang bahkan lebih mengerikan dari monster yang mereka takuti.
Penghindaran mereka terhadap fakta yang jelas itu memberi mereka kenyamanan, dan ucapan Roro hanyalah tamparan keras yang terasa seperti menggerogoti isi seluruh tubuh mereka.
"Ini tidak ada hubungannya dengan mereka. Akulah yang merencanakan dan memberi perintah pada mereka, jika memang ada yang harus disalahkan maka itu adalah aku."
Rasa menatap langsung ke mata Roro. Ekspresi datar yang ditunjukkan olehnya berakhir menjadi sia-sia, karena tangannya yang terkepal kuat telah menunjukkan betapa dia berusaha keras menahan perasaannya.
"Kamu adalah ayahnya kan ?"
"Ya......"
"Sosok yang harusnya menjadi orang terdekat baginya."
".......... Ya......"
"Kenapa ?"
Itu adalah pertanyaan yang sangat luas. Bagi Rasa, kata "kenapa ?" hampir terasa seperti wanita itu sedang menanyakan segala yang telah dia lakukan.
Sekilas, dia mengingat almarhum istrinya.
Dia juga menanyakan hal yang sama saat itu.
"Kenapa ?"
Kekecewaan, kesedihan, dan sedikit kebencian yang belum pernah ditujukan olehnya sangat mengejutkannya. Dia tidak menyangka istrinya bisa menunjukkan perasaan negatif semacam itu padanya.
"Karura. Semua kulakukan untuk desa."
"Apakah desa ini lebih penting daripada anakmu dan aku ?"
"Tanpa desa....... Kita dan anak-anak tidak akan memiliki tempat yang bisa disebut sebagai rumah."
"Memangnya berapa banyak negara yang menginginkan negara gersang ini ?! Jawabannya adalah tidak ada ! Mereka bahkan tidak mau menyia-nyiakan waktu berharga mereka dengan memikirkan negara ini !"
Jadi kenapa harus repot-repot, adalah apa yang ingin disampaikan oleh istrinya.
Tentu saja dia mengetahuinya, tapi bukan disitu letak masalahnya. Semua yang dia pikirkan sepanjang waktu bukanlah invasi dari negara lain, tapi sumber daya yang bahkan tidak mencukupi kebutuhan mereka.
Desa telah berjuang sedemikian rupa karena Daimyo terus mengalihdayakan semua misinya ke desa Konoha, hanya karena lebih murah tanpa memikirkan kesejahteraan orang-orang yang berada di negaranya, dan membuat desa kehilangan dana berharga untuk menghidupi diri mereka sendiri.
Meski dia tidak ingin mengakuinya, desa mereka sangatlah miskin. Mereka berhasil bertahan hingga saat ini berkat pasir emasnya dan pengembangan jutsu baru. Tapi sayangnya cara itu tidak bisa dipakai untuk selamanya, selain pasir emas yang bukan tanpa batas, generasi muda yang mereka miliki saat ini tidak lagi begitu berbakat, jadi apa yang bisa mereka harapkan.
"Kita membutuhkan sosok yang kuat, sangat kuat hingga bisa menyaingi shinobi terkuat Konoha, dan menunjukkan kepada Daimyo bahwa kami masih merupakan kekuatan tempur yang kuat, agar Damyo kembali menggunakan orang-orang dari desa kita lagi untuk misi."
"Jadi kamu ingin mengorbankan anak kita untuk itu ?! Kenapa harus anak kita ?! Kenapa tidak milik orang lain ?!"
".......... Maaf......."
Dia tidak hanya pemimpin yang gagal menyejahterakan desa yang dipimpinnya, dia juga adalah seorang ayah yang gagal.
Karena tidak ada yang mau mengorbankan anaknya, dia memutuskan untuk menggunakan miliknya sendiri yang berakhir menyakiti istrinya dan bahkan kehilangannya untuk selamanya.
Menghancurkan keluarganya sendiri namun membenci anak yang telah dia cap sebagai penyebab kematian istri tercintanya.
Mengenang kejadian traumatis dari kematian istrinya akibat pilihan yang dia buat, Rasa berpikir bahwa dia juga telah gagal sebagai seorang suami.
Dia mungkin telah menjadi simbol dari kegagalan, karena dia gagal dalam segala hal.
╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝
Comments
Post a Comment