16. Tak Ada Yang Perlu Disesali Lagi




[Hm..... ? Mengapa Light of hope menjadi lebih kecil ?]

Tubuh sistem berbentuk manusia yang hanya manifestasi dari simbol menyerupai pengkodean, menatap bola cahaya putih yang telah menyusut banyak dari apa yang sebelumnya ada di database memory miliknya.

Light of hope merupakan cahaya yang menjadi kekuatan sistem dunia, dan cahaya yang sangat berharga itu dia dapatkan dari anak-anak terpilih dengan susah payah. Namun saat ini telah menyusut banyak tanpa diketahui alasannya dan membuat sistem panik untuk beberapa sesaat.

[Apa yang terjadi ? Apakah aku menggunakan terlalu banyak kekuatan tanpa kusadari ?]

Sepasang mata yang tersembunyi di balik jutaan simbol di ruang putih, menyipit, menatap sosok sistem dunia dengan pupil vertikal yang berbahaya.

Beberapa detik kemudian.

Sistem merasakan kelainan di domainnya dan menjadi marah. Dengan perasaan kesal, dia berusaha mencari keberbagai tempat untuk menemukan bug yang menggangu, namun sayangnya hanya berakhir dengan kecewa saat dia
tidak dapat menemukan apapun.

[Tidak mungkin. Apakah aku salah ? Apakah karena kekuatan ku menyusut, aku menjadi sedikit eror ?]

Disisi lain, ditempat yang dikelilingi oleh tembok besar, kucing hitam kecil sedang duduk dan mengawasi dengan pupil vertikal yang sama di ruang sistem sebelumnya.

"Hah, mereka lari setelah melihatku ?"

"Tidak. Mereka lari setelah melihat Mikasa."

Anak perempuan dengan rambut pirang berlari dengan kecepatan lambat mendekati tiga anak lainnya.

"Ah~ Eren...... Mikasa..... Tunggu~ kalian berlari terlalu cepat."

Melihat anak yang hanya memiliki sangat sedikit kekuatan sistem dunia, kucing itu mendengus dingin.

"Bukan....... Terlalu lemah."

Menjilat cakar depannya, kucing itu kehilangan minat dan menghilang begitu saja seperti tidak pernah ada disana sebelumnya.

***

Kembali ke desa Suna dimana Roro sedang disidang.

Roro berdiri dengan bingung saat matanya terus mengamati ekspresi Rasa yang terus berubah-ubah sepanjang waktu.

Sedih, penyesalan, sampai putus asa. Meski semua hampir terlihat sama, sebagai orang yang pernah merasakan perasaan yang sama, Adelia dapat dengan pasti membedakan setiap ekspresinya.

'Apa yang terjadi ? Apakah dia sedang mengenang sesuatu yang menyedihkan ?'

Roro ingin membangunkan Rasa dari lamunannya. Bagaimanapun juga dia tidak tega melihat seseorang yang putus asa terus tengelam dalam pikiran gelapnya.

Tapi, sebelum dia bahkan mengucapkan sesuatu saat mulutnya sudah terbuka, seorang wanita tua dengan mata hitam dan rambut abu-abu yang diikat sanggul, mengambil alih sidang menggantikan Rasa yang tenggelam dalam ingatannya.

"Mari kita teruskan lagi di lain waktu. Sepertinya Yondaime Kazekage tidak dalam kondisi yang tepat sekarang."

Roro yang mengenali wanita tua itu sebagai nenek Chiyo mengerti bahwa sidang ini akan benar-benar ditunda, karena sebagai sesepuh desa, Chiyo memiliki cukup banyak kekuasaan menggantikan Kazekage untuk sementara waktu.

Setelah berhasil kembali ke tempat tinggalnya di desa Suna, Roro langsung beralih ke tubuh Hasina secepat mungkin, dan bergegas menuju akademi ninja.

Menyaksikan segerombolan anak-anak keluar dari akademi dan berlarian menuju kearah orang tua mereka yang sedang menunggu di luar gerbang.

Disisi lain, setelah Naruto yang sudah sangat merindukan ibunya, berlari dengan penuh semangat saat melihat sosok ibunya yang terlihat sangat mencolok diantara orang-orang disekitarnya. Melambaikan tangan dengan senyum lembut dan merentangkan tangan, siap untuk menangkapnya.

Mempercepat langkahnya dengan dua kaki pendeknya, Naruto melompat ke pelukan ibu tercintanya.

Berbanding terbalik dengan suasana bahagia Hasina dan Naruto, orang-orang yang menonton dua anak ibu yang sangat mesra itu merasa sedikit tidak nyaman. Mereka belum pernah melihat ekspresi kebahagiaan yang begitu tulus datang dari bocah monster rubah yang ditakuti oleh mereka.

Mereka hanya mengingat ekspresi kesedihan dan kemarahannya.

"Okaachan, apakah wanita itu adalah ibunya?"

Seorang gadis kecil menunjuk Hasina dan Naruto dengan tatapan polos dimatanya, murni dengan keingintahuan.

"........ Ya......"

Ibu anak itu ingin mengatakan bukan, tapi mulutnya yang sudah terbuka tidak mampu mengatakan yang sebenarnya.

"Jadi anak itu benar-benar anak monster ? Ibunya adalah yōkai ?"

"Itu......"

Telinga segitiga rubah putih berbulu Hasina berkedut saat pertanyaan polos anak itu diucapkan tanpa adanya rasa bersalah.

"Naruto...... Ayo pulang. Kerumah kita."

"Um..... Ayo pulang!"

Menggenggam tangan kecil anak itu, Hasina terus bertanya kepada anaknya mengenai semua yang terjadi di akademi, sampai.

"Kaachan."

"Ya ?"

"Aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain."

"Naruto......"

"Aku tidak keberatan menjadi anak monster atau monster itu sendiri. Selama aku adalah putra mu, aku bahagia."

Genggaman tangan Hasina pada putranya menjadi sedikit lebih erat tanpa dia sadari.

"Tapi aku tidak bisa menerima siapapun mengatakan kaachan sebagai monster, kaachan bukanlah yōkai. Kaachan adalah peri yang turun dari langit untuk menjadi ibuku."

Mendengarnya, Hasina merasa hatinya terasa manis dan hangat.

Dia sangat tidak menyukai orang-orang munafik di desa, tetapi Hasina masih tidak melupakan tujuan sebelumnya.

"Naruto. Apakah kamu membenci orang-orang didesa ?"

Naruto adalah protagonis, dia tidak boleh membuat anak itu berubah terlalu banyak.

"....... Tidak. Bagaimanapun juga aku selalu berusaha untuk diakui oleh mereka sebelumnya. Meski aku sempat berpikir untuk menyerah setelah aku memiliki kaachan di sisiku, namun aku mulai memikirkannya."

"Apa itu ?"

Melepaskan tangan mereka yang saling bertautan, Naruto berjalan mendahuluinya dan berdiri dengan tangan terentang dihadapannya.

Cahaya matahari yang tertutup oleh awan tiba-tiba jatuh tepat diatas tubuh anak itu, memberikan ilusi bahwa dia memancarkan cahaya dari tubuhnya.

"Alih-alih terus mengikuti jejakmu dan berusaha untuk menempelkan diri sepanjang waktu. Kaachan, aku akan membuat semua orang menerima dan menghormati ku, dengan begitu aku akan membuat keberadaan mu menjadi awal sejarah yang melahirkan orang penting didunia ini."

Hasina benar-benar tidak tahan dan ingin menangis.

Betapa anak yang penuh kebaikan.

Memeluk putranya, Hasina benar-benar bersyukur dia telah bertemu dengan putra ini.

Dia tidak masalah tidak bisa memiliki anaknya sendiri. Bagaimanapun, dia memiliki anak yang begitu berharga bersamanya, dia sudah tidak memiliki hal yang perlu disesali lagi.

"Cita-citaku sekarang adalah memberikan tempat bagimu di dunia ini." Bisik Naruto di pelukannya, berhasil membuat Adelia benar-benar menangis.

Dia bahkan tidak menangis saat suaminya menceraikannya, dia tidak berkedip bahkan saat dia begitu kesepian tanpa siapapun memperdulikannya.

Bagaimanapun dia sudah biasa diabaikan, tapi mengingat ucapan dokter yang menyatakan bahwa dia tidak bisa memiliki anak dalam hidup ini, Adelia sudah merasa hidup tidak lagi berharga.

Dia tidak menangis, dia tidak histeris, dia hanya tersenyum dan mengatakan dia baik-baik saja. Namun hanya dia yang tahu bahwa dia sangat putus asa.

Melihat senyum yang begitu cerah dari putra angkatnya membeku, Adelia mencium dahi anak yang panik karena air matanya.

"Terimakasih sudah mengizinkanku untuk menjadi ibumu."

Angin semilir menerbangkan helaian rambut dua ibu dan anak itu, saat matahari sekali lagi tertutupi oleh awan tebal di langit yang biru. Kucing hitam tertentu tidak berniat untuk mengagumi keindahan yang mengharukan, dan justru membuat senyum seram yang tidak seharusnya dimiliki oleh seekor kucing yang normal.

"Aku menemukanmu........"

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗✧*。 see you later 。*✧╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝

Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan