09. Detektif Conan
[ Dapur sederhana, aroma hangat bercampur dengan dinginnya malam saat senja turun. Suara air mendidih memenuhi ruangan, bercampur dengan aroma kopi lembut yang tersebar di udara.
Dan seorang penyihir dengan keseksian tubuh wanita dewasa, bersandar di kusen pintu dapur, dengan lengan yang terlipat, dia mendengar perutnya mengeluarkan suara keroncongan yang keras, pengingat bahwa bahkan makhluk abadi sekalipun, tetap membutuhkan makanan.
Ophelia : "Hei, Gin-kun, bagaimana kalau kau membuatkan sesuatu yang lezat untukku ? Aku kelaparan di sini."
Kurosawa Jin, dengan sikap acuh tak acuh, menoleh sedikit, matanya menyipit ke arah wanita itu dari balik rambutnya yang panjang.
Lalu, dia dengan malas, pergi ke dapur dan mulai memotong sayuran, dan hanya dalam beberapa menit, pria itu sudah mulai mengaduk panci berisi kari yang mendidih di atas kompor, setiap gerakannya dilakukan dengan hati-hati namun tidak tergesa-gesa.
Kurosawa : "Kamu mungkin akan menjadi satu-satunya yang tetap hidup setelah memakan makanan yang ku buat."
Dia mengangkat sebelah alis, seringai tersungging di sudut bibirnya.
Merasa tertantang, wanita itu melangkah lebih dekat, melewati ambang pintu dapur dan berdiri di samping Gin dengan rasa ingin tahu.
Ophelia : "Apakah rasa masakanmu seburuk itu ?"
Gin : "......."
Dia dibuat terkekeh, oleh jawaban yang tak terduga.
Gin : "Kamu bisa merasakannya sendiri."
Ophelia mengalihkan pandanganya ke panci, memperhatikan isinya yang berwarna coklat kental dan menggelembung dengan beberapa potongan besar sayur.
Ophelia : "........"
Sepertinya dia memang tidak pandai memasak ....
Ini terlihat seperti lumpur dengan sayuran yang dipotong alakadarnya.
Gin : "Aku ingin bertanya sesuatu."
Meski di posisinya ingin bertanya itu jelas normal, tapi ini terlalu tiba-tiba.
Ophelia : "Ok. Katakan."
Gin : "Soal kutukan. Apakah itu benar ?"
Ophelia : "Tentu saja. Kamu tidak akan mengira itu hanya sebuah omong kosong bukan ?"
Gin : "Lalu, apakah tidak ada cara untuk mengakhirinya?"
Ophelia : "Jika ada, bagaimana bisa aku ada di depanmu sekarang ?"
Nada bicaranya berubah, mengkhianati beratnya topik yang mereka berdua hindari sedari tadi.
Ophelia : "Aku tahu apa yang kau khawatirkan, Gin, tapi..... Kamu harus segera menerima kenyataan bahwa kita selamanya akan terperangkap dalam siklus keabadian."
Gin mengaduk panci, ekspresinya menjadi serius. Ia berhenti sebentar, menatap Ophelia dengan tatapan dalam yang membuat wanita itu merinding, namun hanya itu saja tidak cukup untuk menghentikannya bicara.
Ophelia : "Mulai saat ini, akhir kehidupan tidak lagi bisa membelenggu mu, karena kini senja yang tak berujung, penjara di mana setiap fajar adalah pengingat samar bahwa kita tidak akan pernah bisa benar-benar melarikan diri."
Gin melihatnya duduk di meja dapur kecil, kenyataan situasi ini mulai semakin terasa, namun-
Ophelia : "Aku bahkan telah lama kehilangan hitungan tahun, setiap tahun berbaur dengan tahun berikutnya, setiap kedipan perubahan hanya memperparah kelelahan."
Yang lebih penting dari keluhan wanita itu, adalah masakannya, dia berpikir sebentar, dan mulai menambahkan coklat bubuk ke dalam panci. Warna yang semakin gelap itu membuat dapur menjadi lebih suram. ]
Para penonton : "........."
[ Ophelia : "Entah berapa banyak hari esok yang telah terlepas dari jemari ini, seperti butiran pasir dalam jam pasir ? Setiap saat menyeret ku lebih dalam ke dalam gua keputusasaan, di mana dinding-dindingnya membisikkan keraguan dan penyesalan yang mencakar kewarasan."
Dalam keheningan, Ophelia memejamkan mata dan membiarkan pikirannya berputar-putar. Dia membayangkan setiap kenangan yang semakin lama mulai berubah menjadi abu.
Dia bahkan sudah tidak bisa lagi mengingat wajah keluarganya. ]
Nicoline : "Lagipula, itu bukan keluargaku di dunia nyata."
Tapi, dia sebenarnya tetap merasa sedih dan menyesal, mengingat bahwa mereka telah memberikannya begitu banyak cinta, namun dia tidak bisa mengingat mereka dengan benar pada akhirnya.
Namun setidaknya-
Nicoline : "Rasa cintaku pada mereka, itu nyata !"
[ Tiba-tiba, kari mulai mendidih, uap mengepul dengan hebat, dan perhatian Gin sekali lagi teralihkan.
Ophelia yang diabaikan dua kali : "Kamu serius !?"
Pria berambut silver itu pun menatapnya dengan pandangan tidak terkesan.
Gin : "Aku tidak merasa bahwa keabadian adalah kutukan."
Ophelia : "Lalu.... Pertanyaan mu tadi....."
Gin : "Aku hanya bertanya untuk memastikan."
Ophelia : "Sepertinya keabadian tidak menganggu mu ?"
Gin : "Karena aku belum hidup ratusan tahun sepertimu."
Ophelia : "..... Lagipula.... Bagaimana kamu tahu itu sudah ratusan tahun ..."
Wanita itu cemberut kesal agak tersinggung, karena rentang hidupnya disebutkan.
Gin : "Namun, bahkan jika hari-hariku akan seperti yang kau sebutkan, ku rasa tidak masalah.
Ophelia : "Kamu-"
Gin : "Lagipula ada kamu, kan ?"
Ophelia tertegun : "Fueeeh ?"
Aku ?
Ada aku ?
Apa yang dia maksud dengan itu !?
Gin : "Kamu kesepian, dan karena itu kau bahagia saat seseorang bisa sepertimu bukan ?"
Ophelia : "Itu...... Benar....."
Gin : "Itu juga yang kupikirkan."
Jika kutukan ini membuatnya tidak punya apa-apa selain waktu, mari kita lihat ke mana ini akan membawa mereka.
Setidaknya ....
Saat Gin menyajikan kari ke atas piring dengan nasi, Ophelia menunjukkan keraguan, namun tetap duduk dan mengambil sendok dengan tekad diwajahnya.
Wanita ini tidak naif, jadi seharusnya bersamanya tidak akan terlalu menyebalkan, pikir Gin sambil mengambil suapan kari pertama.
Gin : "Takut ?"
Ophelia : "Aku abadi ! Apa yang perlu ditakutkan !?"
Gin : "Tapi ekspresi mu mengatakan kau takut keracunan."
Ophelia ingin mengatakan bahwa dia tidak takut, melainkan jijik, namun tentu saja dia tidak akan berani mengucapkannya pada calon rekannya ini.
Bagaimanapun juga, mereka akan bersama .... Mungkin untuk selamanya, dan jika pria itu tersinggung hingga hubungan mereka tidak baik karena hal itu, dia akan sangat sedih.
Tapi ....
Makanan macam apa ini !?
Kenapa warnanya aneh sekali !?
Melihat pria yang makan dengan ekspresi normal tanpa adanya penolakan, Ophelia akhirnya menyendok sedikit cairan coklat dan mencicipinya.
Ophelia : ".... !?"
Ini ....
Rasa yang belum pernah ada ....
Rasa apa ini ?
Terhibur dengan ekspresi kaya di wajah wanita itu, bahkan Gin yang dingin dan acuh pun tidak bisa tidak bertanya.
Gin : "Bagaimana ?"
Ophelia : "Um...... Meski belum terbiasa dengan rasanya, tapi ini sangat enak !" ]
Berpikir bahwa kari adalah makan yang sangat biasa dan bisa dilihat dimana saja di Jepang, Nakajima Atsushi mulai bertanya-tanya.
Atsushi : "Apa saat nona penyihir itu berkelana di bumi sebelumnya, dia tidak pergi ke Jepang ? Atau Jepang masih belum menemukan kari saat itu ?"
Dazai : "Hm..... Itu cukup menarik.... Bagaimana menurut kalian nona nona cantik disana ?"
Mengetahui bahwa tempat mereka lah yang dimaksudkan oleh pria penuh perban, para wanita di dunia Conan mulai berdiskusi.
Sonoko : "Mungkin Jepang belum ada saat itu ?"
Ran : "Seharusnya tidak. Bagaimanapun, meski usia elf bisa lebih dari tujuh ratus tahun, tapi kepulauan Jepang telah terbentuk selama lebih dari 450 juta tahun."
Sonoko : "Jadi apakah kari belum ditemukan saat itu ?"
Sato : "Kurasa tidak ada diantara kita yang cukup peduli untuk tahu mengenai kapan tepatnya ditemukannya kari di Jepang."
Berbeda dari mereka yang hanya peduli pada kari, setelah mendengar kata 450 juta tahun dari putrinya, Kisaki Eri mendapati ketidak cocokan yang sedang terjadi.
Eri : "Jika sesuatu yang ribuan tahun seperti piramida pertama di Mesir yang dibangun hampir 4.700 tahun yang lalu masih ada, mengapa sejarah penting mengenai monster dan perjanjian bisa hilang tanpa jejak yang tersisa sedikitpun ?"
Ranpo : "Akhirnya ada yang sadar."
Eri : "Jadi kamu tahu sesuatu ?"
Detektif yang sebelumnya terlihat malas itu langsung membusungkan dadanya dengan bangga.
Ranpo : "Tentu saja ! Lagipula Ranpo-sama adalah detektif terbaik didunia !"
Meski Edogawa Ranpo sudah mengatakan namanya dengan sangat bangga, tapi orang-orang dari dunia lain yang mendengarnya hanya berpikir bahwa dia terjangkit penyakit chunninbyou atau semacamnya, dan menggunakan nama penulis novel detektif sebagai nama samaran.
Lagipula, siapa orang normal yang akan menyebut dirinya sendiri dengan sebutan kehormatan 'sama' ?
Namun beberapa orang yang telah melihat betapa luasnya dunia, tahu bahwa orang-orang jenius cenderung memiliki masalah dibagian tertentu dalam otaknya, jadi mereka tetap mendengarkannya, bahkan Mouri Kogoro pun ikut terbawa oleh suasana serius yang diberikan oleh orang-orang berpengetahuan ini.
Eri : "Lalu..... Bisakah kami mendapatkan penjelasan yang relevan ?"
Ranpo : "Jika Mi-Go saja bisa membuat seseorang menjadi abadi, ada kemungkinan bahwa ras tertentu bisa menggunakan kemampuan yang mampu menghilangkan jejak atau bahkan kenangan. Bagaimana, nona Dewi di sana ? Apakah kamu tahu sesuatu ?"
Kisa : "Aku pribadi belum pernah bertemu atau mendengar monster dengan kemampuan semacam itu. Tapi, aku tahu bahwa ada manusia yang menyembah makhluk seperti Mi-Go. Jadi....."
Ranpo : "Begitu. Berarti dugaanku yang pertama kemungkinan adalah jawaban yang benar. Para pelayan-pelayan dewa jahat yang sempat disebutkan oleh nona elf dalam narasinya, kemungkinan besar mencakup banyak makhluk, dan manusia juga adalah salahsatunya."
Eri : "Begitu. Tidak mengherankan jika sejarah itu hilang, jika musuh manusia adalah manusia itu sendiri, sangat sulit untuk membedakannya."
Kalimat barusan terngiang-ngiang di telinga setiap orang.
Apalagi dibagian 'musuh manusia adalah manusia itu sendiri' telah berhasil menghancurkan ketenangan semua orang.
Dan tanpa tahu apa yang para penonton di bioskop sedang rasakan, kedua orang di layar masih dengan asik menyantap kari dan menikmati setiap gigitannya.
Betapa perbedaan yang sangat jelas.
Comments
Post a Comment