17. Dari Yōkai Menjadi Ten'nyo




Keesokan harinya, selepas menghilangkan gerbang portal yang akan terus ada selama seseorang berada didalamnya, atau aku tidak menghilangkan setelah keluar, kami pun pergi menuju ke desa Miho.

Berbagai perasaan dari cemas, khawatir, dan takut bercampur aduk di dalam hatiku. Semua perasaan itu memenuhi ku sehingga Miho pun menjadi terlihat sama cemasnya, namun tetap berusaha menyembunyikan hal itu meski sebenarnya sudah sangat terlihat jelas olehku.

Lyra : "Apakah kamu sudah memberitahu semua orang ?"

Miho : "Um..... sebelum itu aku bahkan meminta izin pada kepala desa lebih dulu."

Lyra : "Dan.... bagaimana dengan reaksi mereka ?"

Miho terlihat lebih percaya diri setelah pertanyaan itu ku ucapkan, seakan-akan hanya hal baik saja yang akan dia katakan.

Miho : "Aku mengatakan bahwa anda adalah ten'nyo yang sedang turun ke bumi untuk mengalami kehidupan manusia."

Lyra : "Ten'nyo ?!"

Ten'nyo, merupakan bidadari surgawi yang menjadi dayang kaisar di surga dalam japanese folk tales. Mereka adalah wanita cantik yang bisa terbang menggunakan selendangnya.

Dalam cerita rakyat Jepang yang cukup terkenal, ada kisah tertentu yang bercerita tentang ten'nyo yang selendangnya dicuri ketika dia sedang mandi di danau, dan dia tidak bisa kembali ke surga.

Itu adalah cerita yang cukup terkenal, bahkan dia yang bukan pecinta budaya Jepang bahkan mengetahuinya.

Lyra : "Itu..... bagaimana kamu bisa berbohong tentang hal semacam itu ?!"

Miho : "Yang ku katakan bukanlah kebohongan ! Anda jelas adalah ten'nyo. Anda cocok dengan apa yang sering orang-orang gambarkan dalam legenda."

Lyra : "Miho-chan..... aku adalah elf, dan elf merupakan penjaga hutan. Elf dicintai alam, dan percaya bahwa kami adalah anak dari alam itu sendiri."

Berkedip dan berkedip.

Aku yang sebelumnya ingin menegur atas kebohongan yang dilakukan oleh Miho, justru memasuki mode kerasukan dan berakhir dengan mendengar setiap kata yang mulutku ucapkan tanpa daya.

Miho : "Itu...... Maaf. Aku hanya berpikir dengan menggunakan identitas ten'nyo akan menjadi cara yang paling mudah untuk diterima, dan berakhir berbohong pada semua orang."

Terlihat menyesal, gadis itu menunduk malu, dan aku melihat Miho mengangkat kepalanya dengan tenang, mengintip kearah wajahnya.

Ditangkap olehku, Miho juga balas menatap, dan mata kita berdua pun terjalin untuk beberapa saat bersamaan dalam keheningan.

Kemudian, aku akhirnya mendengar bibirnya secara otomatis terbuka dan berkata:

Lyra : "Sejujurnya..... aku membenci hal itu."

Miho : "Maaf ?"

Lyra : "Berpura-pura sebagai makhluk yang suci, namun begitu sombong akan status yang istimewa dan merendahkan makhluk lain hingga berakhir tanpa martabat yang tersisa."

Jantungku berdetak kencang.

Bukan karena hal baik seperti perasaan jatuh cinta atau ekstasi kebahagiaan, hal ini terasa lebih condong ke arah ketakutan yang intens atau kecemasan.

Ini tidak baik ....

Aku tahu itu, namun aku tidak bisa menghentikan mulutku untuk terus berucap secara otomatis.

Lyra : "Berlagak sebagai pelindung, namun melihat mereka yang membutuhkan seperti hal tak berguna yang bisa dengan mudah digantikan. Dunia hanya terlihat seperti panggung bagi bonekanya."

Miho : "...... itu..... apakah yang anda bicarakan adalah ten'nyo ?"

Ingatan akan makhluk bersayap putih yang tersenyum manis seperti sedang menonton pertunjukan yang menarik tiba-tiba muncul di benaknya.

Itu adalah senyuman yang indah dengan bagaimana dia memiliki wajah cantik yang begitu langka .... namun-

Lyra : "...... Bukan..... Tapi makhluk sama, yang juga tinggal di langit dan dielu-elukan oleh banyak sekali ras."

Makhluk itu, makhluk yang tersenyum disaat rubah berekor sembilan sedang diserang beramai-ramai, mau seberapa agung dan sucinya aura makhluk itu, Lyra Syldan akan tetap membencinya.

Alma : "Menjadi pelopor dalam reformasi ini..... Aku tidak menyesalinya. Aku percaya, setiap makhluk berhak untuk hidup dan bebas dari diskriminasi. Jadi, jangan berduka untukku, Lyra. Perubahan yang besar ini, memerlukan harga yang setara."

Dalam bola kaca, wajah cantik yang penuh bekas luka dan darah, tersenyum kearahnya.

Dan ingatan itu pun berakhir dengan hanya jantungku yang terasa sakit seperti tertusuk setelahnya.

Begitu perih .... begitu pedih.

Perasaan itu .... sangat menyakitkan ....

Semakin jauh aku melangkah menuju ingatan Lyra Syldan yang terdalam, semakin banyak pula rasa sakit yang harus ku rasakan.

Saat ku pikir kenangannya adalah jendela pengetahuan yang menarik dari dunia fantasi yang menakjubkan, alhasil, yang ku dapatkan justru darah bau dan bilah tajam di antara daging penuh luka.

Miho : "...... kedengarannya...... buruk...."

Lyra : "Ya..... jangan mudah percaya pada cerita dan legenda, karena sebenarnya, sejarah ditulis oleh mereka yang menjadi pemenang, bukan mereka yang berada di sisi yang benar."

Setelah percakapan menyenangkan dan flashback berakhir, akhirnya kami pun tiba di desa Inahi.

Dan seperti yang Miho-chan katakan, pada dasarnya desa Inahi adalah desa terpencil yang tidak memiliki keistimewaan apapun.

Semua standar.

Ada peternakan meski kecil, ada kebun sayur meski tidak luas atau bervariasi, dan beberapa toko .... Serta ....

Lyra : "Bengkel pandai besi ?"

Miho : "Ya, Lyra-sama. Meski desa kami terpencil, pandai besi adalah hal yang penting, tentu saja kami harus memilikinya."

Itu cukup mengejutkan.

Nobunaga pernah mengatakan bahwa pandai besi diawasi dengan ketat, karena senjata adalah hal yang tidak boleh sembarang orang miliki.

Tapi ....

Melihat tempat yang agak bobrok, sepertinya tidak akan ada katana atau senjata yang bagus bisa muncul dari tempat itu.

Meski salah, menilai sesuatu hanya dari tampak luarnya saja, tapi apa boleh buat kan ?

Visual itu penting.

Kebanyakan orang akan menilai sesuatu dari apa yang pertama kali mereka lihat, itu sudah seperti insting.

Miho : "Lyra-sama ! Lihat ! Kepala desa dan istrinya datang untuk menyambut anda !"

Menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Miho, aku Melihat sepasang wanita dan pria tua yang datang menghampiri, dan secara otomatis senyuman lembut yang ramah terpasang di wajahku.

??? : "Selamat datang di desa kami, Ten'nyo-sama !"

Melihat dua orang yang sudah berumur sedang bersujud untuk memberikan penghormatannya, aku buru-buru menghentikan.

Lyra : "Tidak perlu ! Perlakukan saja aku seakan-akan adalah manusia biasa seperti kalian."

??? : "Tidak mungkin. Bagaimana kami manusia rendahan ini bisa begitu tidak sopan pada sosok mulia seperti anda."

Merepotkan ....

Lyra : "Aku datang untuk bertamu, bukan menjadi tuanmu."

??? : "Maafkan kekasaran suami hamba, Ten'nyo-sama. Dia hanya takut tidak menghormati anda."

Hamba ?

Apa aku salah dengar barusan ?

Lyra : "Panggil saja aku seperti Miho menyebutku. Jangan buat aku mencolok dengan cara penyebutan mu."

??? : "Maafkan kami !"

??? : "Maafkan kami !"

Semakin lama .... Aku semakin merasa bergaul dengan orang-orang ini akan menjadi semakin merepotkan.

Aku mulai mempertanyakan keputusanku untuk mencari teman baru.

Meski dihormati itu bagus, tapi jika rasa hormat terlalu besar itu akan membebani, apalagi mengingat indentitas palsu yang ku gunakan saat ini.

Miho : "Kepala desa, Inaba-sama. Bagaimana jika kita membawa Lyra-sama ke tempat tinggal yang sudah disiapkan lebih dahulu ?"

Kepala desa : "Benar..... Benar....."

Inaba : "Maaf karena sudah membuat anda berdiri di tempat ini terlalu lama..... Um...... Lyra-sama....."

Lyra : "Tidak masalah. Terimakasih sudah menyambut ku."

Selama perjalanan menuju rumah yang kepala desa siapkan untuk tempat tinggal ku, kepala desa dan istrinya memperkenalkan sejarah serta beberapa hal menarik mengenai desa ini, yang menyelamatkanku dari keheningan canggung karena tidak tahu harus membicarakan apa.

Lyra : "Hm ?"

Miho : "Ada apa Lyra-sama ?"

Mataku yang tertuju ke arah pohon tinggi yang kering seakan sudah mati, tanpa sadar membuat langkah kakiku berhenti.

Aku tidak tahu apakah itu hanyalah ilusi atau sekedar imajinasi yang ku banyangkan sendiri, tapi aku yakin aku mendengar suara menangis dari arah pohon itu.

Lyra : "Apakah ada cerita dibalik pohon itu ?"

Menunjuk kearah pohon yang sudah terlihat buruk namun tak kunjung ditebang, membuatku merasa bahwa ada alasan untuk membuatnya masih berdiri kokoh disana.

Jika tidak, mereka pasti sudah menebangnya dari dulu.

Inaba : "Itu......."

Mendengar keraguannya, aku tidak langsung memaksanya bicara dan hanya terus menunggu.

Kepala desa : "...... Sebenarnya, dahulu sekali..... Desa ini memiliki pohon sakura yang tumbuh di berbagai tempat."

Jadi itu adalah pohon sakura ?

Kepala desa : "Tapi..... Suatu hari pohon itu satu persatu mati tanpa penyebab yang jelas, dan tanah mulai menjadi tidak subur setelahnya."

Inaba : "Pohon itu adalah pohon sakura terakhir di desa ini. Kami mempertahankannya dengan harapan bahwa pohon itu mungkin akan hidup kembali. Meski terdengar tidak masuk akal, tapi semua orang ingin mempercayainya. Setidaknya..... Kami ingin terus berharap."

Melirik gadis yang masih berdiri di sampingku sambil memegang tangan kananku dari awal hingga sekarang, tiba-tiba aku memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu.

Berjalan mendekat ke arah pohon, aku mengabaikan orang-orang yang mulai memperhatikan dan berkumpul di sekitar. Terus berjalan dan menyentuh kulit pohon kasar dengan telapak tanganku.

Aku tidak tahu apa yang sedang ku lakukan.

Aku juga tidak mengerti tujuan dari apa yang insting tubuhku perintahkan, tapi setidaknya aku tahu dan percaya satu hal ....

Apa yang ku lakukan adalah untuk kebaikan !

??? : "Apa yang terjadi ?!"

??? : "Bagaimana bisa ?!"

??? : "Dia pasti dewi ! Pasti adalah Dewi yang turun dari langit untuk membantu desa kami !"

Keributan terjadi setelah pohon yang sebelumnya terlihat mati, hidup kembali.

Kulit kayu rontok dan membuat lapisan baru, sampai akhirnya bunga merah muda satu persatu tumbuh dari kuncup kecil dan mekar dengan indahnya dalam waktu yang singkat.

Jika ada yang berpikir bahwa aku menghidupkannya kembali, itu jelas salah, karena aku hanya membersihkannya.

Membersihkan asap hitam aneh yang berada di dalamnya.

Sejak awal, pohon ini masih hidup meski sudah hampir diakhir waktunya akibat dari tidak ada yang bisa membantunya.

Tapi mengingat bahwa aku tidak mungkin menjelaskan panjang lebar pada semua orang, pasti akan membuat mereka semakin memvalidasi identitas ku sebagai ten'nyo.

Dengan senyum masam, aku baru berniat untuk melepaskan tanganku dari pohon, namun segera berhenti akibat suara akrab yang tiba-tiba muncul.

Alma : "Lyra.... Sayangku.... berjanjilah untuk menyembunyikan kemampuan itu, mengerti ?"

Pemandangan pun mendadak berubah.

Di tempat dengan padang rumput ilalang yang bergoyang tertiup angin, seorang wanita bertelinga rubah dengan sembilan ekor yang berbulu lebat berdiri membelakangi sinar cahaya matahari tenggelam.

Lyra : "Kenapa ?"

Alma : "Itulah yang paling ditakuti oleh burung yang memproklamirkan dirinya sebagai makhluk tertinggi."

Lyra : "Jadi... Apakah aku bisa membantumu melawannya ?"

Alma : "Mungkin..... Setelah kamu dewasa nanti."

Lalu kenapa di kenangan ku sebelumnya, Lyra tidak ikut serta dalam pertarungan itu ?

Alma : "...... Tapi..... Jika itu bisa membantu banyak orang, kamu bisa menunjukkannya."

Kekuatan.

Apa sebenarnya kekuatan Lyra yang benar ?

Sihir ruang ?

Sihir peningkatan status seperti di game ?

Atau ada yang lain ?

Alma : "Tapi kamu harus mendahulukan dirimu sebelum orang lain. Jangan sampai terluka dan menjadi target buruan karenanya."

Lyra : "Un~ aku mengerti......"

Pemandangan kembali berubah seperti sebelumnya.

Setelah tertegun sejenak akibat ingatan yang mendadak muncul, aku melihat ke arah Miho dan orang-orang yang bahagia disekitar, lalu dengan gugup menekan tanganku dengan erat ke kulit pohon.

Ya ....

Aku mengerti ....

Dahulukan diriku sebelum orang lain.

Jadi ....

Ikuti saja kata hati !

Bersihkan keburukan ini. Lenyapkan semua sifat negatif.

Lyra : "Light !"

Munculnya cahaya emas yang terpancar dari telapak tanganku, membuat sorakan orang-orang berhenti, dan seruan kembali muncul setelah mereka memperhatikan perubahan apa yang telah terjadi karenanya.

Tanah kuning kering dan pecah-pecah telah menjadi hitam dan lembab sempurna kembali.

Tanah mati yang tanpa harapan, kini penuh vitalitas yang mengagumkan, dan aku, sebagai makhluk yang telah membuat keajaiban ini terjadi, telah menjadi fokus kekaguman semua orang.

Ada rasa syukur, kekaguman, keserakahan, dan berbagai emosi lainya pada mereka semua.

Tapi aku hanya peduli pada satu hal.

??? : "Terimakasih atas bantuannya, anakku."

Yaitu suara bass rendah langka, yang tiba-tiba terdengar di dalam kepalaku.

Lyra : "Hah ?!"

Telepathy .... ?

Sejak kapan dunia otome game ini berubah menjadi dunia fantasy sihir dan pedang ?

Mungkin kurang bagus, tapi di bawah ini adalah gambar Lyra yang ku buat sesuai dengan apa yang ku bayangkan

Mungkin kurang bagus, tapi di bawah ini adalah gambar Lyra yang ku buat sesuai dengan apa yang ku bayangkan.

Mungkin kurang bagus, tapi di bawah ini adalah gambar Lyra yang ku buat sesuai dengan apa yang ku bayangkan


Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan