16. Bukan Kasihan Tapi Dikagumi ?
Setelah dua masalah kecil itu mengobrol selama berjam-jam dengan Itadori Yuuji, mereka akhirnya tenang dan bahkan secara mengejutkan mendatangiku secara aktif untuk meminta maaf.
"A–aku...... Maaf onee-chan. Aku dan Mayu begitu kejam memanggilmu monster, apalagi setelah kamu membantu kami....."
"Maaf...... Maaf ..... Maaf ....."
Menghela nafas, aku menggaruk pipiku dengan tidak nyaman.
Namun setelah melihat dua anak yang terlihat sangat merasa bersalah itu seperti akan segera menangis sekali lagi, aku akhirnya menepuk kepala mereka untuk menenangkan.
"Tidak masalah. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli, hanya saja belajarlah untuk menahan ketakutan mu saat hal semacam itu terjadi lagi."
"La–lagi !?" Teriak dua anak dengan panik.
Ketakutan dan keterkejutan dua anak itu membuat pemuda yang baik hati merasa khawatir.
"A–Akari sa–"
Mengangkat tangan untuk menghentikan apa yang ingin dikatakan Yuuji, aku melanjutkan apa yang sebenarnya ingin ku sampaikan.
"Tahan rasa takutmu dan berolahraga lah lebih sering. Aku tidak memintamu untuk melawan monster seperti tadi, tapi setidaknya ku harap kalian bisa bertahan hingga bantuan yang mungkin akan tiba. Bagaimanapun juga, sekali terjadi padamu, bukan hal yang mustahil untuk terulang kembali, kan ?"
Walaupun kemungkinan selamat masih sangat rendah untuk manusia biasa, tapi setidaknya ada baiknya berusaha tanpa terus bergantung pada harapan akan diselamatkan.
"Bukankah ada polisi ?" Ucap salah satu anak yang masih berharap.
"Jangan menaruh harapanmu pada orang lain. Apalagi jika itu menyangkut kehidupanmu. Jika aku tidak datang saat ini, apakah kamu kira polisi itu akan turun dari langit untuk menyelamatkan mu ?"
"Itu......"
"Tapi setidaknya aku bisa memberitahu mu salah satu cara untuk terhindar dari monster seperti tadi."
Setelah menjelaskan betapa pentingnya menjauhi tempat-tempat yang memiliki kisah horor dan terbengkalai, hingga asal mula monster itu berasal, dua anak yang akhirnya semakin sadar betapa berbahayanya hal hal tersebut setelah beberapa ancaman ku barusan, menjadi semakin terlihat dewasa dengan bagaimana mereka terus secara aktif berusaha bertanya lebih banyak.
Sampai kami akhirnya tiba di rumah mereka.
Menyaksikan dua anak yang sebelumnya menangis seperti memiliki kelenjar air mata yang berupa kran, aku hampir tidak percaya saat melihat dua anak itu kini berusaha keras untuk bahagia dengan membicarakan hal-hal konyol dan tidak masuk akal seperti tidak terjadi apapun.
Manusia memang makhluk yang pandai beradaptasi .... ....
Mereka tahu bahwa memiliki emosi negatif akan berdampak buruk, dan akhirnya berusaha untuk menjadi sebahagia mungkin dengan berbagai cara.
Jika saja setiap manusia seperti mereka, maka dunia ini .... Mungkin tidak akan seburuk itu.
Kutukan tidak akan ada, lalu kisahku dan Riku tidak akan pernah terjadi ....
Terkadang hidup begitu buruk bahkan sampai-sampai kutukan sepertiku tidak lagi menghargainya.
Tapi aku sudah berjanji .... ....
Eh ?!
Apa yang barusan ....
"Akari-san ?"
Mendengar panggilan dari sampingku, aku menoleh dan melihat tatapan khawatir dari pemuda berambut merah muda.
"Ya ?"
"Itu....... .. um....."
"Katakan saja."
Sekilas aku bisa langsung tahu apa yang dia pikirkan sekarang.
Meski dia salah paham, mengira bahwa aku kesal atau sedih dengan panggilan monster yang diucapkan oleh kedua anak itu, akibat dari aku yang kehilangan kendali pada ekspresi ku sebelumnya karena terkejut pada apa yang kupikirkan tanpa sadar. Aku sebenarnya tidak berniat menjelaskan apa yang terjadi dan membiarkannya membuat pendapat apapun dengan bebas.
Tapi ....
"Itadori Yuuji. Jangan mengasihani ku."
Apa saja selain sorot mata penuh rasa kasihan itu !
Cukup rasakan dalam hati saja !
Tidak perlu bagimu untuk menunjukkannya padaku !
"Eh ? Aku tidak ber–"
Tidak ingin mendengarkan penjelasannya, aku segera menyela ucapan anak itu.
"Lagipula, dibandingkan denganku yang memang hakikatnya adalah monster, gurumu yang diam-diam akan disebut monster oleh orang-orang sejenisnya saat berada diantara kerumunan, justru lebih menyedihkan, bukan ?"
Ya ....
Meskipun tidak secara terang-terangan, orang-orang yang penuh cemburu dan takut pasti akan mendiskusikannya di balik layar.
Tapi apakah penyembunyian mereka berguna ?
Gojo Satoru yang 'hampir' sempurna pasti pernah atau bahkan sering mendengar hal tersebut, apalagi pendengaran penyihir sangatlah bagus.
Jujur saja .... Aku mungkin menjadi satu-satunya makhluk di dunia ini yang merasa kasihan padanya, satu-satunya manusia yang bahkan mendapatkan julukan sebagai anak dewa.
"Begitu..... apakah itu yang dirasakan oleh Gojo-sensei ?"
Perasaan ?
Apa aku mengatakan sesuatu mengenai perasaan barusan ?
"Tapi meski begitu, aku tidak boleh merasa kasihan. Mengasihani seseorang yang memikul tanggung jawab yang berat dan tidak masuk akal hanya karena kelahirannya, kekuatannya, tanpa diberi pilihan apapun sejak awal, namun tetap bertanggung jawab terlepas dari apa yang dikatakan oleh orang-orang disekitarnya, bukanlah apa yang seharusnya dilakukan oleh siapapun. Perasaan yang harus diberikan pada sosok seperti itu seharusnya adalah kekaguman."
Anak ini ....
Dia terdengar seperti sangat mengenal Gojo Satoru.
Berada di episode berapa kita sekarang ?
Season berapa ini ?
"Meski kurangnya empati Gojo-sensei terkadang mengganggu banyak orang, sensei tetap memiliki hati murni yang lebih transparan dibandingkan semua makhluk hidup di dunia."
Sepertinya aku salah paham, ini jelas karena kau telah mencuci otaknya, Satoru !!!
Murni ?
Dia murni !?
Hanya warna rambut dan matanya lah yang murni !
Walaupun dia yang selalu seperti anak kecil yang belum dewasa, dengan kecerobohan dan kenakalan yang tidak pantas mungkin disebabkan karena dimanjakan oleh lingkungan tempat tinggalnya.
Jadi jika memang ada yang harus disalahkan atas sifat buruk itu, mungkin mereka yang adalah orang-orang dewasa disekitarnya ....
Tapi tetap saja aku tidak menyetujui kata murni yang akan disematkan padanya !
Jika dia murni, maka aku .... Aku .... Aku tidak suci.
Aku kan kutukan.
Apa yang ingin ku bandingkan ?
"Berhenti membicarakan bocah enam mata itu. Aka."
Terkejut dengan suara yang tiba-tiba muncul diantara aku dan Yuuji, mata kami langsung tertuju ke arah suara itu berasal, dan iris mata merah menatap balik padaku yang sedang terfokus padanya.
Garis mulut yang terbuka di pipi pemuda itu memiliki gigi-gigi runcing tajam, dan ejekan mulai keluar dari tempat itu.
"Jangan bilang kamu jatuh cinta padanya ? Setelah bersama manusia lemah yang bisa mati hanya dengan sedikit sentuhan, kamu akhirnya mencari yang cukup kuat untuk menemanimu ?" Mata kecil itu melengkung menjadi bulan sabit, dan tawanya yang menggelegar melontarkan pisau pada pendengar." Cinta yang selalu kamu agungkan ternyata tidak lebih dari itu. Cinta yang murah sekali Akari....."
Slap !!!
Saat niat membunuhku baru saja muncul, sebuah tangan menampar mata dan mulut penuh dosa itu untuk menghentikannya dari terus menyemburkan racun padaku.
"Hei ! Itu kasar sekali !"
"Apa ? Bukankah kamu membenci kutukan ? Lalu ada apa dengan perlindungan ini sekarang ?"
Mata dan mulut yang telah ditutupi, muncul di punggung tangan pemuda itu seperti parasit.
"Akari-san berbeda !"
"Hah ! Kamu baru saja mengenalnya, dan sudah begitu mempercayainya ? Benar-benar idiot."
"Gojo-sensei telah menjamin bahwa Akari-san berbeda dari kutukan lainnya, dan aku percaya pada Akari-san yang bahkan membantu terlepas dari asal-usul nya !"
"Hah !"
Ku rasa .... Tidak apa-apa dengan Sukuna yang sangat pandai berbunyi bip, lagipula sekarang aku memiliki seseorang yang akan berbicara atas namaku meski tidak sepenuhnya karena ku.
Walau sangat marah sehingga aku hanya dapat menggunakan metode yang paling primitif, yaitu memarahi dalam hati.
Ini ! Jelas bukan karena aku takut padanya atau apa, aku hanya .... Berjaga-jaga.
Lagipula aku juga masih memiliki jurus lain, aku masih bisa mengutuknya sampai menguap dari dunia ini !!!
Dunia tidak memerlukan mu, lenyap, musnah, menghilang lah Ryomen Sukuna !!!
"Akari..... Apakah kamu baru saja mengutukku ?"
"Hanya perasaanmu."
"Kamu kira aku bodoh ?"
"Kamu kira hanya aku yang membencimu ?"
"Tsk. Laba-laba idiot, jika tidak memiliki kemampuan, lebih baik jangan mencari masalah."
Singkat cerita, akhirnya selama perjalananku dan Yuuji, kami terus mengobrol dan mengabaikan pihak ketiga tak diundang yang berusaha menarik perhatian dengan terus mengoceh disana.
"Ngomong-ngomong kamu bisa memanggilku Akari saja, tidak perlu menggunakan honorifik padaku."
"Benarkah !?"
Melihat mata cerahnya dipenuhi dengan pecahan-pecahan bintang yang berkelap-kelip, disertai dengan senyuman yang sehangat matahari itu, aku pun terkekeh geli dan menjawab : "fufufufu~ tentu saja~" Dengan memanjangkan nada di akhir untuk sedikit menggodanya.
Mengingat bahwa aku memiliki suara wanita dewasa yang seksi, dan didukung oleh tubuh serta wajah yang memadai, bukan hal sulit untuk menggoda remaja yang polos.
Dan hanya tiga detik kemudian, remaja itu memerah dengan sangat cepat.
Bahkan uap merah berbentuk jamur pun keluar dari atas kepalanya.
"A...... Itu..... Um..... Akari !"
"Ya~ Yuuji-kun~"
Di suasana yang indah itu "Hmmm......?" Suara menakutkan yang telah tertanam kuat di dalam diriku, muncul secara tiba-tiba dari arah belakang tanpa peringatan apapun. "Oya Oya Oya~"
"##&+)#)"--#-:[{¢{£=%[✓¢{{£}"
Aku bahkan tidak tahu apa yang kukatakan.
"Tenang lah~ tenang saja Aka-chan~"
"Sejak kapan ?!"
"Sejak kamu masuk kedalam gang~"
Itu berarti, sejak awal ?!
"........ Kenapa aku tidak bisa merasakan mu ?"
"Kya~ hentai~ apa yang ingin kamu rasakan dariku~?"
Bibirku berkedut, dan tangan terkepal dengan erat, siap untuk melakukan apa yang harus dilakukan saat melihat pria dewasa menutupi dadanya, dan memeluk dirinya sendiri sambil berteriak melengking dan menggeliat seperti ulat.
"Najis !"
"Eh~ anehnya...... Bukankah aku yang paling tampan ? Kenapa kamu tidak tergoda~?"
Tidak tahan, aku menutup mata pada pria dewasa yang menutupi bibirnya dengan jari telunjuk untuk berusaha bertindak imut.
"Bahkan jika aku sempat tergoda oleh wajah itu sekalipun, tabiatmu akan langsung menurunkan nafsu makan ku."
"Kamu hanya kejam padaku~ ah~ ah~ aku sedih......"
Guru berambut putih yang kurang bisa diandalkan itu bersandar pada muridnya yang dengan polos percaya bahwa dia benar-benar sedih karena ucapanku.
Menepuk lembut punggung lebar gurunya, Yuuji berusaha untuk memberi kenyamanan pada gurunya yang baru saja–
"Tidak apa-apa Gojo-sensei ! Selama kamu terus menunjukkan ketulusanmu pada Akari, dia pasti akan mengerti perasaan mu !"
–Ditolak ?
Apakah bocah itu benar-benar berpikir bahwa Gojo menyukaiku dan aku menolaknya ?!
"Benar-benar idiot." Ucap Sukuna yang sepertinya lebih peka dari anak itu.
Suasana antara aku dan Gojo pun menjadi canggung.
Kami saling bertatapan untuk sementara waktu, sebelum akhirnya berpindah secara bersamaan ke arah remaja yang menepuk mulut yang tumbuh dan berpindah-pindah di bagian tubuhnya dengan sangat kesal.
⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘
Jangan lupa berikan komentarmu, dan sampai jumpa di chapter berikutnya.
⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Comments
Post a Comment