04. Takeda Mamoru




Di pertemuan acara minum teh, sekelompok wanita berbicara dengan anggun dan lembut, sambil sesekali menyeruput teh harum yang baru saja diseduh.

Namun, begitu Mirei memasuki ruangan, dia tidak lagi bisa mendengar percakapan dan hanya ada kesunyian yang menyambut kedatangannya.

Tertegun di pintu masuk, dia bisa melihat berbagai pasang mata langsung mengarah padanya, dan ekspresi ketidaksukaan serta jijik bahkan tidak berusaha mereka sembunyikan.

"Anda sudah datang. Mirei-san."

"Ya. Terimakasih sudah mengundangku."

"Anda bisa duduk dimana pun anda mau."

Meski kedengarannya sopan, nyatanya tidak ada tempat duduk yang tersisa selain di tempat paling ujung yang jauh dari mereka. Perlakuan yang berbeda sangat menunjukkan betapa tidak disambutnya dia.

Tapi apa boleh buat.

Mirei sangat tertutup dan tidak bisa mengikuti standar kecantikan yang entah kenapa sangat dia tentang dalam hatinya, praktis menjadikan dirinya sebagai wanita jelek yang tidak tahu cara merawat diri di mata kalangan para bangsawan.

Mau sebanyak apapun dia mencoba membela diri, semua hanya akan menilainya sebagai seseorang dengan selera yang buruk.

Akhirnya Mirei hanya memilih untuk menyerah, karena hanya saudara laki-lakinya saja yang bisa mengerti dirinya.

Keesokan harinya, ibunya datang ke kamarnya dan menawarkan undangan acara minum teh lagi, namun sebelum Mirei sempat menolak, ibunya ternyata sudah membuat pengaturan.

"Hahaue, aku tahu kamu tahu. Semua menghindari ku dan aku tidak suka itu."

"Mirei, putriku. Hahaue mengerti, kemarin adalah pengecualian karena yang mengundang adalah bangsawan penting yang kita tidak mampu menyingung nya, tapi kali ini berbeda."

Kebahagiaan ibu dan para pelayan yang membantunya sangat mencolok hingga dia buta jika tidak menyadarinya.

Sesuatu yang baik mungkin sedang terjadi.

"Hahaue juga akan ikut pergi kali ini."

"Hahaue juga ?!"

Ibunya biasanya hanya akan pergi ke perkumpulan bangsawan peringkat tinggi untuk mendapatkan pengakuan mereka.

Meski keluarga Kibutsuji juga termasuk dalam kelas bangsawan, namun dari segi kedudukan, keluarga itu hanyalah keluarga samurai. Samurai memang dihormati, namun sayangnya masih terlalu jauh dari kedudukan yang bisa dikatakan tinggi.

"A–apa benar baik-baik saja membawaku bersama juga ? Maksudku, mata dan rambut ku...... Orang-orang di atas mungkin akan merasa tersinggung dengan kehadiranku disana."

"Tidak, tentu saja tidak ! Semua akan baik-baik saja karena hahaue hanya berniat untuk membawamu menemui sepupumu."

"Sepupu ? Apakah itu Saionji-san ?"

"Bukan...... Bukan..... Ini sepupu dari pihak ku."

"Begitu. Lalu, kenapa hahaue terlihat sangat senang ? Apakah akan ada acara bahagia di sana ?"

"Tidak. Sepupumu bahkan belum memiliki tunangan."

Saat Mirei baru membuka mulut untuk bertanya lebih lanjut, pelayan yang selesai merapihkan rambutnya berniat untuk lanjut mengaplikasikan makeup ke wajahnya dan memintanya untuk menutup mata.

"Tunggu ! Kiyo ! Tidak perlu melakukannya. Aku baik-baik saja untuk tetap seperti ini."

"Ta–tapi nona."

Matsumi masih tidak mengerti alasan mengapa putra dan putrinya menolak untuk mendandani dirinya.

Jelas mereka akan menjadi lebih diterima dan dihormati, jadi mengapa harus menolaknya ?

"Mirei...... Kali ini saja, tolong....."

Ini adalah kali pertamanya Mirei melihat ibunya memohon sampai seperti itu di depan para pelayan yang sedang menyaksikan.

Akhirnya, Mirei yang kelelahan memakai jubah dua belas lapis, disertai permohonan ibunya yang belum pernah terjadi sebelumnya pun memutuskan mengorbankan wajahnya untuk kali ini.

Merasakan wajahnya memiliki lapisan yang semakin tebal, dia hanya bisa menangis tanpa air mata.

Saat ini dia benar-benar ingin memukul wajah siapapun yang memulai tren kecantikan semacam ini.

"Sudah ku duga, putriku semakin cantik dengan makeup."

Membuka mata.

Dia melihat pantulan dirinya di cermin perak dan hampir berteriak dengan ketakutan, karena penampakan wanita menyerupai hantu dalam cerita rakyat langsung muncul di depan matanya dengan jarak yang begitu dekat.

Wajahnya sangat putih.

Sangat putih sampai melebihi kertas dengan kualitas tertinggi yang pernah dia lihat sekali dalam seumur hidupnya.

Bahkan salju mungkin tidak bisa seputih wajahnya saat ini.

Mirei hanya bisa pasrah pada nasib. Lagipula menyesali keputusan tidak akan mengubah apapun.

Dia tidak bisa dengan kejamnya menghapus makeup yang ada di wajahnya karena ibunya.

Beberapa saat kemudian, mereka pun mulai pergi dengan menggunakan tandu.

Namun Mirei yang tidak tahan dengan pengap memiliki keinginan untuk membuka jendela agar udara segar dapat masuk, tapi sayangnya dia tidak menyadari bahwa saudaranya sedang melihat dirinya dari kejauhan dengan mata suram, dan tangannya yang memegang tangkai bunga mawar meneteskan darah akibat duri yang tajam.

Pelayan dan penjaga yang lewat, menyaksikan hal itu dan memilih untuk mencari jalan memutar untuk menjauhi tempat yang kini terlarang.

***

Takeda Mamoru, orang ini seperti tertutup oleh kabut, yang membuat orang merasa ingin menjelajah dan merasa misterius. Meskipun terlihat berbahaya, saat dia tersenyum, mata biru tua miliknya akan berkilau seperti tanzanite yang sangat indah.

Sayangnya, saat ini mata itu begitu gelap hingga mendekati warna hitam pekat. Menunjukkan betapa buruk suasana hatinya saat ini.

“Apakah bibi benar-benar membawa putrinya bersamanya ?"

Pengikut di sisinya menunduk sebelum menjawab dengan sopan.

"Benar. Chizuru-sama sepertinya sangat ingin bertemu dengan Mirei-sama."

"Hahaue ? Aku harap sepupu ini tidak akan munafik atau sombong seperti para gadis yang berusaha dia berikan padaku."

Ada senyum kecut di bibir Mamoru.

"Mereka benar-benar sangat menjijikan."

Keheningan menelan seluruh ruangan itu.

'Cukup mati sekali karena wanita munafik. Aku tidak ingin mati dengan cara yang sama untuk yang kedua kali.'

Mamoru tidak terbawa suasana hanya karena dia adalah seorang reincarnation, berpikir bahwa dia adalah protagonis dan dapat mengendalikan dunia.

Sejak dia masih kecil, dia tahu bahwa zaman kuno tidak seperti yang tertulis di novel.

Dia telah berhati-hati dan waspada pada segala hal selama lebih dari sepuluh tahun, tidak berani mengungkapkan perbedaan antara dirinya dan orang lain, mencoba sebaik mungkin untuk mengintegrasikan dirinya ke dunia baru ini.

Kecuali untuk visi yang tidak sama, serta lebih banyak pengetahuan dalam beberapa aspek, dan cara berpikir yang jelas sangat berbeda, dia tidak berpikir bisa mengendalikan segalanya, apalagi masalah perasaan.

Dia tidak ingin menikah dengan wanita yang mirip dengan sosok yang telah membunuhnya di kehidupan sebelumnya.

Mengingat rasa sakit dari racun yang seperti menggerogoti isi perutnya, hanya demi apa yang disebut uang asuransi.

Dia ingin tertawa mengejek pada betapa buruk pengelihatannya hingga bisa menyukai wanita semacam itu.

Namun, setidaknya dia bersyukur pada masa kini. Dia tidak perlu lembur untuk mencari uang yang tidak seberapa karena terlahir di keluarga bangsawan, ataupun kesulitan mencari pasangan karena kini dia memiliki wajah yang tampan.

Setidaknya kali ini, dia mungkin bisa membuat wanita mencintainya bukan hanya karena menginginkan keuntungan tertentu.

Meski dicintai karena wajah bukan sesuatu yang terdengar baik, tapi dia bangga karena setidaknya itu lebih tulus dari harta yang bisa diambil darinya.

"Seperti apa sepupuku ? Berapa banyak yang kamu tahu ? Katakan semua."

"....... Itu......."

"Katakan saja. Semua."

"Dari yang saya dengar, Mirei-sama jelek dan tidak mengerti bagaimana cara merawat diri."

"Tunggu dulu ! Bibi dan paman terlihat sangat tampan, tidak mungkin putrinya menjadi buruk."

Memikirkan studi tentang gen, itu bukannya tidak mungkin bisa terjadi.

Tapi, dia hanya tidak ingin percaya.

"Lalu.... Apa lagi ?"

"Beliau juga memiliki hobi rendah seperti berkebun dan memasak yang tidak seharusnya dimiliki oleh wanita bangsawan. Karena itulah Mirei-sama sangat dijauhi."

"....... Tidak masuk akal. Hanya karena hob–"

Mamoru mengingat bully yang dia dapatkan saat sekolah menengah atas karena jerawat memenuhi wajahnya, dan bagaimana dia tidak mengetahui tren yang berarti diluar lingkaran percakapan kelompok.

"Selalu ada alasan bagi sekelompok orang untuk mengintimidasi individu yang berbeda dari mereka. Lanjutkan."

"Yang paling sering dibicarakan oleh semua orang adalah matanya yang seperti warna matahari tenggelam."

"....... Seperti apa ?"

***

Takeda Chizuru menatap keponakannya yang cantik dengan sorot mata lembut seperti melihat putrinya sendiri.

Bagaimanapun juga, gadis ini akan menjadi menantunya cepat atau lambat.

"Mirei-chan terlihat sangat cantik dan anggun."

Matsumi yang mendengar pujian dari iparnya tidak tahan untuk memamerkan putrinya yang paling dicintai.

"Benar sekali. Dia sudah seperti itu bahkan sebelum guru etiket mengajarkannya."

"Sangat mengagumkan ! Keturunan yang dilahirkan oleh Mirei-chan pasti akan menjadi generasi yang hebat."

Saat percakapan menjadi semakin berlebihan hingga membuat Mirei disamping merasa tidak nyaman, sosok jangkung dari pria androgini yang kecantikannya mampu menyaingi wanita itu sendiri, masuk dan menyapa dengan sopan.

"Selamat datang bibi. Senang melihat anda sama sehatnya seperti biasa."

"Terimakasih Mamoru-san. Benar, ini adalah sepupumu, namanya Kibutsuji Mirei. Tolong jaga dia untukku."

"Tentu saja. Salam kenal Mirei-san."

Melihat sepupu dari pihak ibu untuk pertama kalinya, Mirei sangat terkejut dengan betapa polos wajahnya tanpa makeup tebal hingga lambat untuk menjawab salam darinya.

"...... Ah.... Salam kenal. Maaf merepotkan."

Kelambanan Mirei terlihat sebagai terpesona oleh para ibu-ibu di samping tanpa tahu apa yang dipikirkan oleh gadis itu sebenarnya.

"Tentu saja tidak. Senang bisa menjagamu."

Melihat dua anak yang saling tersenyum satu sama lain, dua wanita itu memulai percakapan mereka kembali.

Dan tentu saja, dua anak yang sudah dipasangkan secara tiba-tiba akan merasa tidak nyaman karenanya.

"Hahaue, bibi, apakah aku boleh membawa Mirei berkeliling mansion sebentar ?"

"Tentu saja. Tapi, Mirei apakah kamu mau pergi ?"

"Aku ingin menunjukkan taman disekitar, aku dengar kamu menyukainya."

Setelah selesai berbicara, Mamoru terus memperhatikan ekspresi Mirei, dan setelah mendapatkan persetujuan, dia tersenyum dan memimpinnya pergi dari tempat yang menyesakkan itu.

Setelah berhasil pergi jauh dari para ibu-ibu yang hidup di dunia mereka sendiri, Mamoru memperhatikan betapa tidak nyamannya sepupu itu dengan makeup di wajahnya. Tapi, karena makeup adalah hal yang wajib bagi bangsawan, dia tidak bisa menyarankan untuk menghapusnya karena kesopanan.

Namun ....

"Dari yang saya dengar, Mirei-sama jelek dan tidak mengerti bagaimana cara merawat diri." Ucapan bawahannya sebelumnya terputar ulang didalam kepalanya.

Dia tahu bahwa merawat diri yang dimaksud adalah makeup karena keluarganya juga sering memintanya untuk melakukan kebiasaan para bangsawan itu, tapi karena dia adalah pria, penolakannya lebih mudah ditoleransi daripada wanita.

"Um..... Sepupu."

"Ya ?"

"Apakah ada sesuatu di wajah ku ?"

"Apakah tidak nyaman ?"

"....... Kamu juga sepertinya tidak nyaman dengan percakapan ibu dan bibi."

"Bukan itu. Maksudku makeup mu. Apakah itu tidak nyaman ? Aku juga tidak menyukainya, kamu bisa menghapusnya jika itu mengganggu."

Mirei terkejut dengan jenis pertanyaan yang diberikan oleh sepupunya.

Meski sepupu itu sepertinya tidak menyukai makeup seperti dirinya dan saudara laki-lakinya, dia tidak menyangka dia akan mengatakannya langsung di depan wajahnya.

Bahkan menyarankan untuk menghapus makeup-nya.

"Aku. Bolehkah aku ?"

"Kamu tidak perlu melakukan apa yang tidak kamu inginkan di dekatku."

"Begitu..... Terimakasih sepupu~!"

Jantung Mamoru yang setenang air menjadi bergejolak setelah senyuman anak perempuan yang seindah bunga matahari masuk ke visi pengelihatannya.

Wajah muda dengan lemak bayi, dan suara seindah lonceng kecil terus terputar ulang di benaknya tanpa henti.

Jika istrinya adalah sepupu ini, dia pikir masa depan akan menjadi lebih menyenangkan.

Meski ada sedikit rasa bersalah karena dari segi usia mental mereka sangat jauh, namun Mamoru berusaha menghilangkan semua pemikiran itu dan hanya mengikuti lingkungan bahwa usia bukanlah masalah di masa ini.

***

Selagi pertemuan hangat Mamoru dan Mirei terjadi. Muzan yang berada di jarak yang sangat jauh merasakan emosi gelap yang sangat kental memenuhi dirinya.

Insting sister complex telah memberikan sinyal bahaya, bahwa miliknya sedang terancam akan dicuri saat dia tidak ada.

Kemarahan yang tidak tahu harus dilampiaskan dengan cara apa, akhirnya diarahkan pada tabib yang bertugas untuk mengobatinya.

"Tuan muda. Bagaimana jika, jika anda mencoba obat yang saya teliti ?"

"Obat yang kamu teliti ? Apakah kamu sudah mencobanya kepada orang lain sebelumnya ?"

"I–itu...."

"Kamu ingin menjadikanku tikus percobaan ?!"

"Maafkan ketidaksopanan saya tuan muda !" Kepala tua tabib membentur tatami dengan keras demi hidup murahnya.

"Ceritakan lebih banyak mengenai obat milikmu."

"Itu–"

Mendengar penjelasan tabib, Muzan yang tadinya ingin menjadikan orang lain sebagai subjek uji coba membuang ide itu karena proses pembuatan yang rumit dan bahan yang langka akan sulit dibuat kembali.

Muzan yang tidak ingin mengambil resiko, memutuskan untuk mengesampingkan obat itu dulu dan menunggu lebih lama sebelum memutuskan.

❈•≫────≪•◦ ❈ ◦•≫────≪•❈

⋅•⋅⋅•⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅∙∘☽༓☾∘∙•⋅⋅⋅•⋅⋅⊰⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅⋅•⋅

Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan