05. Mati Untuk Yang Keduakalinya
Diselimuti oleh kabut putih, aku merasa melayang diantara awan di langit malam. Mengambang seperti gravitasi telah menghilang, aku menunduk untuk melihat diriku sekarang yang berubah menjadi tembus pandang dan bersinar.
"Apa yang terjadi, dimana ini ?"
Selain gumpalan kabut putih dan ruangan hitam yang hampa, aku tidak melihat apapun. Merasa cukup dengan perjuangan yang tak berarti, aku yang tadinya berniat menyerah untuk mencari tahu, justru menemukan setitik cahaya diantara kegelapan tak berujung ini.
"Apakah itu jalan keluar ?" Meski tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan ku yang bergema entah bagaimana, alam bawah sadar ku memberitahu bahwa cahaya itulah arah yang harus ku tuju.
Melayang menuju cahaya itu muncul, dari yang semulanya setitik kecil berukuran biji jagung, telah berubah menjadi lebih dan lebih besar saat aku melayang semakin dekat.
Perasaan hangat seperti sesuatu yang pernah ku alami sebelumnya, memberikan rasa kerinduan yang akrab.
Dengan bunyi Crack !!! Aku membuka mataku di dunia sekali lagi.
Keluar perlahan dari sesuatu yang menutupi tubuhku, aku merasakan berbagai macam jenis ketidak sesuaian yang telah terjadi, dari anak-anakku yang entah bagaimana terlihat semakin menciut, sarang yang menjadi berkali-kali lebih besar, dan aku yang kehilangan anggota tubuhku yang lain.
Dimana tanganku ?
Kenapa aku tidak bisa menolehkan kepalaku ?
Dan benda seperti cangkang telur raksasa ini, apakah aku baru saja menetas ?
Apakah aku bukan ibu mereka lagi ?
"Yang mulia, permintaan maaf yang sebesar-besarnya karena menjadi tidak berguna di saat yang diperlukan. Mohon hukum kami dengan seberat-beratnya."
Ternyata aku masih seorang ibu bahkan setelah mati dan terlahir kembali.
"Syukurlah, sepertinya kalian baik-baik saja selama aku tidak ada."
"Maafkan kelalaian kami !"
"Tenanglah, yang penting adalah aku baik-baik saja sekarang. Aku tidak menyalahkan kalian karena itu keputusanku sendiri untuk keluar tanpa pengawalan."
Aku menyaksikan sendiri bagaimana tubuhku yang menghilang sedikit demi sedikit hingga benar-benar lenyap, meski aku tidak tahu bagaimana cara kerja kematian bagi kutukan, aku sadar bahwa seharusnya aku sudah benar-benar mati saat itu, tapi entah bagaimana aku tidak mati seperti yang seharusnya terjadi.
"Yang mulia?"
"Aku hanya tengelam dalam pikiran untuk sesaat. Untuk saat ini mengingat bagaimana lemahnya aku, aku memerintahkan kalian untuk memperketat penjagaan sarang, dan biarkan aku untuk beristirahat sejenak."
Dengan meneriakkan kata "Baik !" secara serempak, mereka langsung mengambil posisi masing-masing tanpa harus menunggu perintah lebih lanjut, dan memberikan ketenangan pasca menetas ku.
Rasanya tetap aman bahkan setelah menjadi lemah, memiliki anak-anak yang berbakti meski tidak ku inginkan sebelumnya sepertinya bukan hal yang buruk bagiku sekarang.
Meringkuk di tempat tidur gantung raksasa milikku dulu, aku menutup mata sambil terus merencanakan masa depan ku dan anak-anak ku.
Meski mereka tidak benar-benar memerlukan makanan, tapi untuk tumbuh menjadi lebih besar dan memperkuat pertahanan tubuh mereka, makanan sangat diperlukan.
Aku yang sekarang menjadi sangat kecil dan lemah, jadi terlalu tidak masuk akal bagiku untuk keluar sendiri saat mencari persediaan makanan, dan untuk memperkuat diri sendiri, satu-satunya cara hanyalah mengumpulkan emosi negatif manusia yang ditujukan pada serangga.
Meski aku bisa saja menjadi kuat secara perlahan hanya dengan menunggu, tapi setelah merasakan bagaimana rasanya sakit dari hancurnya seluruh tubuh, aku tidak mungkin bisa bermalas-malasan seperti dulu.
Memerintah anak-anak untuk mencari makanan sendiri juga bukan pilihan yang baik, mengingat mereka tidak menyukai manusia dan hanya menganggap mereka sebagai ternak, tapi jika aku melarang mereka untuk menangkap manusia hidup, ada kemungkinan besar bahwa perkembangan justru akan menjadi semakin buruk.
Sulitnya menjadi lemah, apalagi orang tua tunggal lemah dengan puluhan ribu anak yang perlu dibesarkan.
Dan sekarang aku hanya ingin mengigit dan menyuntikkan racun ku pada wajah tampan penuh dosa itu.
Dulu aku mengagumi keindahan sosok mu, tapi sekarang aku hanya memiliki dendam yang tak berujung untuk dikembalikan.
"Gojo Satoru, aku mencoret namamu dari daftar teman masa depanku."
Tidak hanya membunuhku tanpa benar-benar tahu situasi yang sebenarnya sedang terjadi, dia bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk memeluk Inumaki !!!
Membayangkan pembalasan yang akan ku berikan pada penyihir terkuat meski tahu itu tidak akan mungkin terjadi, aku melakukannya hingga keesokan harinya.
Memutuskan untuk pergi sendiri meski tahu seberapa besar resikonya, aku berusaha untuk memperkecil kemungkinan pertarungan tidak perlu antara anak-anak ku dengan para manusia, karena walaupun aku sudah menerima nasibku sebagai kutukan, bukan berarti aku menginginkan permusuhan dengan para manusia.
"Yang Mulia, setidaknya bawalah satu saja diantara kami."
"Benar, Yang Mulia. Pikirkanlah kami yang sangat mengkhawatirkan keselamatan anda !"
Satu persatu dari mereka mulai memohon padaku, dan aku yang sudah menetapkan untuk pergi sendiri pun berakhir membuang pendirian ku dengan membawa dua pengawal bersama.
Jika hanya dua seharusnya tidak apa-apa, karena saat terjadi sesuatu aku bisa langsung menghentikan mereka secepatnya.
Masih di hutan tempat aku mati sebelumnya mengingat karena ini adalah spot favorit orang untuk bunuh diri, dan merupakan tempat paling mudah mencari makan, kami sekarang sedang menyeret beberapa makanan yang terlihat masih paling bagus dibandingkan dengan yang lain, hingga salah satu anakku bertanya dengan tidak yakin.
"Mengapa harus mayat, Yang Mulia ?"
"Itu benar, mengapa tidak mencari daging yang masih segar saja ?"
Sudah ku duga mereka akan bertanya.
"Jika hanya manusia biasa, seharusnya itu bukan hal yang sulit."
"Yang Mulia, bagaimana jika kita pergi ke pemukiman manusia di dekat sini ? Saya tahu jalannya."
"Tidak perlu, manusia yang masih hidup adalah sumber kekuatan ku, jadi mereka berharga."
Disaat aku membuat alasan yang terdengar tinggi, anak-anak ku yang sangat loyal dengan tulus mengagumi kebijaksanaan ku (?) dan memuji-muji tanpa henti.
Saat kami akan kembali dengan hasil jarahan yang menumpuk, sosok tinggi yang selalu menghantuiku menampakkan dirinya kembali.
Kenapa bajingan itu masih di sini !?
Masih warna rambut yang sama, suara yang sama, dan sifat menyebalkan yang sama, dia sekali lagi berusaha membunuhku tanpa ampun untuk yang kedua kalinya.
BAM .... BAM .... BAM .... Suara dari kaki raksasa yang berusaha menginjak-injak makhluk kecil nan lemah yang baru saja kembali dari mencari nafkah.
"Lari !!!"
Tanpa memperdulikan makanan yang baru saja didapatkan, aku memerintahkan mereka untuk kabur tanpa mencoba untuk melawan, tapi sayangnya meski begitu, dengan suara "BAM ...." Satu persatu anak-anak yang berusaha melindungi ku mati diinjak dengan sangat mudah.
Memutar-mutari hutan, aku yang terlalu takut kembali dan menunjukkan dimana sarang ku hanya bisa terus mengandalkan kemampuan penghindaran cepat dari tubuh kecil yang gesit untuk bertahan hidup.
Setelah waktu yang cukup lama aku akhirnya sadar, dia memang sedang membimbing ku untuk menunjukkan dimana tempat sarang ku berada dengan terus menakut-nakuti ku dari arah belakang.
Akhirnya karena bosan terus dijadikan sebagai mainan, aku memutuskan untuk berhenti berjuang dan mati terhormat sebagai ibu yang melindungi sarang serta anak-anak didalamnya, dan akhirnya mendapatkan kematian kedua yang bahkan berakhir dengan cara yang lebih memalukan dari sebelumnya.
Mati diinjak ....
⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘
Jangan lupa berikan komentarmu, dan sampai jumpa di chapter berikutnya.
⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Comments
Post a Comment