13. Tidak Semua Harus Tentang Menjadi Ibu




Itachi dan Shisui memiliki harapan baru. Meski mereka sedih karena harus berpisah dengan desa yang mereka cintai, namun cara ini memang adalah cara terbaik yang bisa mereka dapatkan.

Uchiha yang memiliki cinta yang begitu besar, memungkinkan mereka untuk melakukan segalanya untuk cinta itu.

Kehilangan cinta bisa mengakibatkan kegilaan hingga kematian paling menyakitkan, dan mereka yang sadar akan hal itu menilai persyaratan Hasina sangat menguntungkan pihak mereka. Ditambah lagi dengan ketidakpuasan Uchiha mengenai perlakuan desa pada mereka.

Dua remaja itu sadar, pikiran idealisasi mereka terlalu tidak berguna.

Bahkan, setelah Shisui berhasil melakukan kotoamatsukami pada pemimpin clan mereka, ketidakpuasan anggota clan lain pasti masih terus ada, dan mungkin hanya akan semakin bertambah. Karena bagaimanapun juga, letak masalah awal adalah perlakuan desa, dan pemimpin mereka hanya mengikuti keinginan clan yang sudah muak akan diskriminasi yang selalu mereka dapatkan.

"Tapi tunggu dulu Itachi !"

"Hm..... ? Ada apa ?"

"Kita memang menganggap kesepakatan dengan Hasina sebelumnya merupakan hal yang sangat baik. Tapi, belum tentu semua orang juga merasakan hal yang sama."

'Benar juga.'

Itachi menghela nafas setelah memikirkan clan nya, karena Uchiha terkenal dengan harga diri tinggi mereka, hanya akan membuat kesepakatan yang terlalu menguntungkan mungkin akan terlihat seperti simpati dan bantuan. Bahkan jika mereka tidak memikirkannya seperti itu, mereka hanya akan mendapatkan alasan lain untuk merasa tersinggung.

Meskipun dia sendiri berasal dari clan Uchiha, sejujurnya dia cukup malu.

"Tadi sebelum pergi Hasina-san mengatakan untuk membicarakannya dengan Fugaku-sama. Mungkin dia sudah memperkirakan hal ini."

"Ya...... Dia mungkin sadar kita tidak memiliki kualifikasi untuk membuat keputusan bagi clan."

Jawabannya adalah tidak.

Hasina hanya ingin melarikan diri karena dia mendapatkan kabar bahwa Gaara sedang berusaha untuk mendekati Roro secara sembunyi-sembunyi.

Karena takut semua akan menjadi kacau karena fokusnya terbagi-bagi, jadi Hasina memutuskan untuk membuat alasan yang terdengar cukup tinggi untuk kabur dari percakapan penting mereka. Meninggalkan dua remaja yang salah paham, dan mendapatkan lebih banyak kekaguman meski tanpa sedikitpun usaha.

***

Berpindah ke tubuh Roro yang ternyata baru saja selesai memasak. Adelia yang baru saja tiba, langsung memakan masakan itu dengan senang hati tanpa sedikitpun rasa bersalah.

'Lagipula kloning ku memasaknya agar tubuh ini dapat bertahan. Jadi memakannya merupakan suatu kewajiban.'

Dalam sekejap semua piring telah disikat bersih olehnya, dan Roro mulai merencanakan pertemuan macam apa yang sebaiknya dia lakukan.

Pertemuan yang tidak akan membuat para petinggi desa merasa dia memiliki niatan buruk.

Dari muncul secara tiba-tiba saat Gaara mendekat, memberikan kenyamanan saat anak itu sedih, atau–

Sebelum Roro sempat memutuskan, pepohonan di hutan memberikan pesan kepadanya bahwa tamu yang diharapkan telah tiba.

Tidak memiliki pilihan lain, Roro langsung pergi tanpa rencana apapun mumpung masih ada kesempatan.

Tidak jauh dari rumahnya, Roro yang berhasil mendapat lokasi Gaara dan memperbesar map ke batas maksimum, tersenyum lega saat melihat Gaara kecil yang masih polos dengan lemak bayi sedang mengendap-endap seperti pencuri.

Setelah jarak mereka dipersempit, dari layar Roro dapat melihat mata penuh kerinduan anak itu akan cinta, dan hatinya yang lembut langsung jatuh hati pada Gaara kecil dan memutuskan untuk menjadikannya sebagai bagian dari keluarga.

Kerinduan akan keluarga membuatnya terobsesi mengumpulkan keluarga satu demi satu, dan mengumpulkan anak-anak untuk menjadi bagian dari keluarga kecilnya telah menjadi hobi baru.

Menyadari bahwa dia terlalu lama melamun, Roro langsung mempersiapkan adegan untuk dirinya sendiri.

Mengeluarkan kursi kayu bernuansa tradisional. Roro langsung duduk dan segera mengumpulkan hewan-hewan lucu dari pet dalam game. Segera, lukisan ala putri disney muncul di kedalaman hutan. Menjadikan Roro sebagai protagonis total di cerita putri dongeng fantasi anak-anak.

'Citra awal pertemuan adalah yang paling menentukan, karena itu akan menjadi hal yang paling berkesan dalam ingatan. Jadi, aku tidak boleh gagal menunjukkan citra terindahku untuk dikenang olehnya !'

Menyadari Gaara sedang mengintip dari balik pohon, Roro dengan senyum lembut mulai bersenandung kecil dan bermain bersama hewan-hewan lucu nan menggemaskan didekatnya.

'Indah......'

Sosok yang terasa seperti mimpi membuat Gaara merasa belum bangun dari tidurnya. Jika bukan karena dia bisa merasakan tekstur kulit kayu yang begitu nyata di telapak tangannya, dia benar-benar akan mengira semua ini hanya khayalan yang hanya dia bayangkan.

Dia sangat ingin mendekat, tapi rasa takut akan dilihat dengan mata penuh teror dan kebencian oleh wanita itu telah menghentikan dirinya. Keyakinan yang sebelumnya dia kumpulkan di perjalanan, telah hilang sepenuhnya.

'Ku pikir bahkan jika dia akan membenciku sama seperti yang lain, aku akan baik-baik saja karena masih ada Yashamaru yang ada untuk menemaniku. Tapi.......'

Tidak ada yang senang dibenci, apalagi oleh sosok yang kecantikannya jauh dari akal sehat.

Tidak menyadari pertentangan batin anak itu, Roro yang lelah berakting seperti putri disney mulai kesal.

'Kenapa dia tidak segera menunjukkan dirinya ?!'

Roro yang mulai tidak sabar, akhirnya mengambil inisiatif lebih dulu.

'Pada akhirnya, Gaara lah yang pertamakali datang ke hutan ku. Tidak ada yang bisa menunjukku karena telah mendekati jinchūriki di desa mereka.'

Mengintruksikan kelinci salju untuk melompat pergi menuju ke arah dimana anak itu bersembunyi. Roro sengaja mengikuti dari belakang dan bertindak seperti sedang mengejarnya.

Dengan acting yang telah ditingkatkan oleh blue star ring, dan efek daun berterbangan dilatar belakang, pertemuan pertama mereka berdua segera menjadi adegan terindah diingatan anak itu.

'Dia....... Dia tersenyum ?!'

Gaara yang terpesona benar-benar melupakan pemikiran sebelumnya untuk pergi dan menghindar.

"Apakah kamu tersesat ?"

"I–itu...... Tidak..... Aku datang untuk melihatmu. Maaf."

Berjongkok untuk menyamakan tinggi badan anak itu. Roro tersenyum, sebelum tiba-tiba angin berhembus dan membuat dedaunan yang menghalangi cahaya matahari berdesir. Dari celah dedaunan, sinar emas jatuh dengan lembut langsung ke tubuhnya, memberikan efek tambahan pada adegan. Dimana ilusi seakan-akan tubuh Roro bercahaya terjadi dimata Gaara yang masih terpesona.

"Jadi, bagaimana pendapatmu setelah melihatku ?"

"Sangat...... Cantik....."

Roro sangat bahagia dengan pujian tulus anak itu mengenai penampilannya. Meski penampilan ini dia dapatkan dengan bantuan sistem, namun penampilannya saat ini juga merupakan dirinya yang sekarang, karena bagaimanapun juga itu telah menjadi miliknya.

Saat Roro akan menepuk lembut pucuk kepala anak itu, pasir dipunggung Gaara menjadi ganas dan langsung berusaha menyerangnya. Karena semua terjadi terlalu tiba-tiba, Roro tidak sempat menghindar ataupun melawan dan secara sepihak menerima serangan dari pasir itu.

Meski maut sudah berjarak hanya beberapa langkah darinya, Roro yang nyawanya sedang terancam masih sempat-sempatnya dengan bodoh mengkhawatirkan kesehatan mental anak itu.

'Tidak ! Jangan didepannya !'

Saat dia mengulurkan tangan untuk menutupi mata anak yang sudah menangis dengan wajah penuh ketakutan, pasir yang sebelumnya terlihat ingin meremasnya hingga mati, telah berubah menjadi tanah subur dan kehilangan kekuatannya hanya dalam sekejap setelah menyentuh tubuhnya.

Semua terjadi terlalu cepat sampai Roro hampir tidak bisa bereaksi terhadap perubahan yang terlalu tiba-tiba. Namun, anak yang sangat ketakutan membuat tubuhnya secara reflek mendekat dan membenamkan anak itu ke dalam pelukannya.

"Tidak apa-apa...... Aku baik-baik saja. Menangis lah sebanyak yang kamu mau. Aku akan terus memelukmu hingga kamu merasa lebih baik."

Membawa anak dalam pelukannya pergi menuju kearah rumah, Roro terus mengelus dan sesekali menepuk lembut punggungnya yang bergetar hebat di pelukannya.

"Aku...... Tidak bermaksud untuk menyakitimu....."

"Ya..... Aku tahu."

"Aku tidak ingin melukai siapapun."

"Kamu adalah anak yang baik."

"Aku hanya ingin memiliki teman."

"Kamu akan mendapatkannya. Seseorang yang sama denganmu. Seseorang yang bisa mengerti semua penderitaan yang kamu rasakan itu."

Gaara akhirnya mendongakkan kepalanya yang sebelumnya terkubur di cekungan lehernya.

"Benarkah ?"

"Tentu saja."

"Aku..... Namaku Gaara."

"Gaara, namaku Roro. Aku akan sangat senang jika kamu mau memanggilku Oneesan."

Karena usia Adelia yang asli masih dua puluh sembilan tahun, dia tidak mau dipanggil dengan sebutan obasan.

Bukannya Roro tidak ingin dipanggil bibi oleh Gaara, sayangnya di Jepang Obasan paling sering ditujukan pada wanita yang lebih dari empat puluh tahun, dan oneesan adalah yang paling sering digunakan untuk memanggil wanita berusia dua puluhan atau tiga puluhan.

"Oneesan......"

"Ya."

"Oneesan."

"Ya~"

Gaara terus menerus memanggil oneesan sepanjang perjalanan mereka. Meski biasanya hal semacam itu akan terasa menggangu, Roro tidak keberatan samasekali untuk meladeni anak yang akhirnya menunjukkan kebahagiaan setelah episode mengerikan sebelumnya.

Sesampainya di rumah, Roro membawa Gaara yang masih berada di pelukannya duduk di pangkuannya. Mengambil cemilan dari inventori, Roro memberikannya kepada Gaara dan semakin bahagia saat melihat anak itu memakannya dengan sangat menggemaskan.

Pipi dengan lemak bayi, menjadi lebih membengkak dengan adanya makanan yang memenuhi isi mulutnya.

'Ini pertama kalinya seseorang selain Yashamaru memberikan makanan padaku !'

Saat di hutan sebelumnya, Gaara mengira dia akan membuat Roro membenci dirinya. Tapi, Roro yang dia pikir akan membencinya justru memeluk dan memberikan kenyamanan pada monster yang sangat dihindari oleh semua orang, bahkan keluarganya.

Pelukan hangat dan tepukan lembut. Dia akhirnya mendapatkan hal itu dari orang lain selain Yashamaru.

"Oneesan."

"Ya ? Apakah kamu sudah bosan dengan manisan ini ?"

"Tidak..... Bukan....."

"Lalu ?"

"Apakah kamu tidak.... Takut atau membenciku ?"

Lagipula dia hampir membunuhnya barusan. Orang normal pasti akan takut atau benci, jadi tindakan Roro sekarang jelas membuatnya agak khawatir.

Meski dia tidak merasakan emosi negatif darinya Gaara tahu betapa tidak masuk akalnya apa yang dilakukan oleh Roro sekarang.

Kebaikan hanya akan diberikan kepada orang yang layak, dan dia yang hampir saja menyakitinya jelas tidak layak mendapatkannya.

"Kenapa ?"

Mata almond yang indah, tidak memiliki sedikitpun kebencian atau rasa jijik didalamnya.

Sesuatu seperti rasa khawatir yang biasa diberikan oleh Yashamaru, dapat terlihat darinya.

"Aku hampir membunuhmu tadi."

"Apakah kamu sengaja melakukannya ?"

"Aku tidak !"

"Lalu, apakah hal itu terjadi karena kamu tidak merasa nyaman denganku ?"

"Aku sangat menyukaimu ! Aku..... Aku hanya tidak bisa mengendalikannya. Aku......"

"Maka tidak ada alasan bagiku untuk membencimu bukan ?"

Tangan putih dan ramping terulur dan menepuk kepala kecil Gaara yang menatap mata Roro dengan kelegaan, dan air mata pun mengalir dari rongga matanya.

"Kenapa aku menangis ? Aku tidak sedih. Aku bahagia !"

"Terkadang, saat seseorang merasakan kebahagiaan yang begitu besar, air mata juga akan keluar. Air mata bukan hanya menjadi simbol kesedihan, dan tawa juga bukan satu-satunya simbol kebahagiaan. Seseorang mungkin akan menangis saat mereka bahagia, dan tertawa disaat telah jatuh hingga di titik putus asa."

Hari itu desa Suna menjadi sangat kacau karena jinchūriki desa mereka tiba-tiba menghilang.

Mereka tidak tahu bahwa alasan dari keributan sedang tertidur di rumah Roro dengan pendingin yang sejuk di kamar bergaya elegan di dalam hutan. Namun dia yang tahu tentang kekacauan diluar justru bertindak seperti itu tidak ada hubungannya dengan dirinya, dan masih mengelus kepala kecil yang menjadikan sebelah tangannya sebagai bantal hidupnya.

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝

Author note : fanfiction ini berbeda dari fanfic ku sebelumnya

Author note : fanfiction ini berbeda dari fanfic ku sebelumnya. Yang ini tidak memiliki alur cerita yang sudah direncanakan, jadi semua tergantung pada apa yang tiba-tiba terlintas di kepala ku saat aku sedang mengetik. Kedepannya mungkin akan ada plot hole atau kendala lainya, seperti frekuensi update yang lama atau bahkan dijatuhkan karena sejak awal tidak ada rencana yang sudah ditentukan.

Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan