38. Pria Bertopeng Dan Gadis Yang Melarikan Diri
Setelah insiden langit yang terdistorsi berakhir, banyak kekacauan mulai terjadi.
Alasan utamanya adalah mereka yang datang sangat beragam, dari baik, jahat, atau hanya sekedar penonton yang tidak ingin ikut campur, membuat penduduk asli yang tidak mengetahui apapun terseret dalam pertarungan para pendatang yang tiba-tiba muncul.
Dan Adelia, sebagai dalang dari semua kekacauan itu, tidak bisa sepenuhnya memegang semua tanggung jawab saking banyaknya pendatang yang tersebar di seluruh dunia.
Hingga akhirnya beberapa diantara mereka pun membentuk kelompok mereka sendiri, yang membuatnya semakin sulit untuk diurus setelahnya.
Namun ....
Di suatu tempat, dimana awan tebal menutupi langit malam, dan hembusan udara dingin.
Tepatnya di kedalaman hutan yang sunyi, pedang perak berlumuran darah di tangan yang menggunakan sarung tangan, memantulkan cahaya bulan, dan perlahan, darah kental menetes dari ujung pedang yang tajam.
"Jadi, apakah aku bisa mendapatkan penjelasan ku sekarang ?"
Mendongakkan kepalanya ke langit, lubang pada topeng di wajahnya menunjukkan pupil mata bersinar tidak biasa yang hanya dimiliki oleh orang-orang dari klan Uchiha.
"Merepotkan."
Masih tidak mendapatkan tanggapan hingga akhir, dengan riak spiral seakan tersedot dalam turbulensi pusaran, tubuh itu menghilang dan hanya menyisakan mayat bergeletakan di tempat semula pria itu berdiri.
Tak jauh dari sana, gadis dengan rambut platinum blonde dan mata biru laut meringkuk dengan tubuh bergetar hebat.
'Sistem ! Apa maksudnya ini ?! Aku hampir disiksa oleh orang-orang gila itu, dan sekarang kamu menuntunku menuju sosok yang bisa saja membunuhku ?!'
Hao Xinyi merasa dia akan gila.
Dia selalu merasa dirinya adalah protagonis yang bisa melakukan apa saja, dan memang sejauh ini semua berjalan sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Tapi–
'Sistem !!! Cepat keluar dan bantu aku !!!'
Sayangnya dia terlalu mengandalkan kekuatan yang bukan miliknya.
Sekuat apapun, apa yang bukan milikmu bisa hilang kapanpun.
Apalagi jika kekuatan itu mengandalkan cara menginjak orang lain untuk memperkuatnya.
Maka persiapkan saja dirimu akan pembalasan atas apa yang telah kau lakukan.
"Jadi. Bisa jelaskan apa yang terjadi ?"
Benda tajam yang dingin menyentuh kulit di leher putih nan rapuh milik Xinyi. Jika kebanyakan pria normal biasanya akan mengagumi pemandangan indah itu, pria yang saat ini sedang memegang senjata tajam justru melihatnya sebagai ayam yang bisa disembelih kapanpun dia dibutuhkan.
Isi kepala orang gila memang berbeda.
"Aku~ Aku..... Tidak mengerti maksudmu~"
Kesal mendengar nada centil wanita itu, Obito dengan sengaja menekankan kunai lebih dekat agar menusuk sedikit lebih dalam kedalam kulit tipis nya, dan suara yang dihasilkan olehnya pun menjadi jauh lebih normal.
"Aku tidak peduli berapa banyak pria yang sudah menjadi budak diantara kakimu. Tapi disini, di tempat ini. Kamu bukan siapa-siapa, dan aku berbeda dari pria yang hanya peduli pada kulit yang hanya bisa menjadi hiasan tak berguna. Bicaralah bahasa manusia, dan akan ku pastikan kulitmu tetap aman ditempatnya."
Obito tahu dengan jelas apa yang paling ditakutkan oleh orang semacam ini.
Bagi wanita yang saat ini di hadapannya, penampilan mungkin bahkan lebih berharga dari hidupnya atau orang lain.
Orang sepertinya adalah yang paling egois, dan dia bisa mengorbankan apapun atau bahkan siapapun, tanpa sedikitpun merasa bersalah setelahnya.
Jadi alih-alih membunuh, sebagai gantinya Obito justru yakin bahwa ancaman merusak penampilan akan memiliki efek yang jauh lebih baik.
"Baiklah. Aku akan menjelaskan, tapi tolong jauhkan benda itu dari leherku dulu untuk mempermudah ku bicara."
Dan dengan itu pun penilaian Obito telah terbukti benar.
***
Kompleks clan Uchiha, tepatnya di rumah pemimpin clan. Hasina duduk dengan ditemani Mikoto yang saat ini sedang meminum teh didekatnya.
"Hasina-san. Bisakah saya meminta pendapat anda ?"
"Tentu."
Sebelum Hasina lega karena keheningan akhirnya berhasil dipecahkan, Mikoto melanjutkan dengan menjatuhkan bom disaat dia tidak siap.
"Anda pasti sedikit banyak telah mendengar tentang clan kami bukan ? Lalu, apakah menurut anda clan semacam ini tidak seharusnya ada ?"
Hasina yang sebelumnya hanya memikirkan bagaimana memulai percakapan, sekarang dengan tulus hanya berharap agar Fugaku bisa cepat kembali dari tugasnya.
"Emosi clan Uchiha sangatlah menggebu-gebu. Bahkan, mengingat betapa mudahnya bagi kami untuk menjadi terobsesi dan berambisi, kecenderungan untuk menjadi penjahat sangatlah tinggi."
Hasina tetap diam.
Bukan karena dia tidak tahu apa yang harus dikatakan, tapi karena dia sadar bahwa Mikoto saat ini hanya menginginkan seorang pendengar.
"Entah kenapa, meski sedih mengakuinya, aku sadar bahwa karena hal itu membuat semuanya menjadi terasa wajar bagi banyak orang untuk berpikir negatif pada kami."
Mikoto melirik Hasina yang masih setia mendengarkan curahan hatinya yang sejak dulu tidak berani dia ungkapkan.
Sebelumnya, dia hanya bisa memendam segalanya seorang diri.
Di saat suaminya harus mengurus segalanya, dari masalah clan, sampai stereotipe desa yang memusuhi mereka. Sebagai seorang istri, sangat buruk baginya jika harus menambahkan beban tambahan padanya.
Dan untuk putra sulungnya, Itachi, dia sudah penuh dengan masalah dan beban hidup sejak dia baru saja bertumbuh kembang.
Lalu si bungsu, tidak mungkin dia sanggup menceritakan hal semacam itu pada putra kesayangannya.
Sedangkan orang lain di clan .... Mari tidak usah dibahas lagi.
Jadi, setelah mengetahui bahwa sosok didepannya telah membentuk aliansi dengan clan mereka dan bahkan memiliki tanda-tanda membenci desa, Mikoto mendapatkan keberanian untuk mengutarakan isi hatinya yang terdalam pada sang rekan.
"Menurut anda, apakah kami salah untuk ada ? Takdir seperti mengutuk keberadaan kami, dan kehidupan ini terasa seperti penjara yang menahan kebebasan kami untuk memiliki perasaan dengan mudah."
Melirik wanita yang masih duduk tertunduk di sampingnya, Hasina memegang tangan Mikoto dan berkata "Tidak" dengan tegas.
Mikoto yang tenggelam dalam kesedihan pun tertegun sejenak, dan mengangkat kepalanya untuk melihat kembali pada Hasina, hingga kalimat berikutnya telah berhasil menghapuskan kesedihan yang selalu melekat di jantungnya.
"Meski cinta yang berlebihan itu buruk, tapi cinta bukanlah dosa. Selama tidak menggunakan cinta sebagai alasan atas perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan merugikan orang lain, cinta itu adalah kata penuh makna yang begitu indah."
"....... Benarkah.... ini benar-benar bukanlah kutukan ?"
"Cinta bukanlah kutukan, karena cinta kalian itu berharga, dan kalian istimewa."
Tidak menerima kecaman, dan bahkan mendapatkan persetujuan akan cinta bengkok para Uchiha, Mikoto akhirnya memberikan senyuman paling nyata yang tidak pernah dia tunjukkan dari sejak awal pertemuan kami.
Namun .... ....
Mikoto meremas tangan Hasina dengan erat, dan kembali sedih saat mengingat bayaran apa yang harus diberikan untuk teknik pada mata mereka.
"Tapi..... Cara mendapatkannya....."
"Bukankah selama kalian bisa hidup harmonis tanpa perang, mata itu tidak lagi diperlukan ?"
"Apa ?"
"Kamu akan mengerti."
Baru saja membuka mulutnya, sebelum Mikoto bertanya kembali, Fugaku, sang kepala rumah tangga datang dan menghentikan percakapan tersebut.
"Untung lah kamu sudah datang, Fugaku-san."
Melihatnya sebagai kesempatan, Hasina langsung berdiri dan memberikan batu kepemilikan pulau terapung padanya, lalu segera berjalan melewati Fugaku bersamaan dengan mengirim pesan menggunakan transmisi suara :
"Fugaku-san. Cobalah untuk lebih banyak berkomunikasi dengan Mikoto. Meski kebanyakan kunoichi memiliki mental yang kuat, dia tetaplah wanita lembut yang memiliki banyak kekhawatiran."
Pikiran seorang wanita selalu halus dan sensitif, belum lagi Mikoto yang merupakan mantan kunoichi juga memiliki lubang otak yang terhubung langsung dengan jembatan Einstein-Rosen.
Setelah memikirkannya, Hasina yang tahu bahwa dia tidak bisa banyak membantu, hanya bisa mengalihtugaskan peran psikiater pada Fugaku yang merupakan suami dari pasien dibelakang.
Dia harap sebagai seorang suami, Fugaku dapat membantu meringankan kegelisahan di hati istrinya, Mikoto. Dengan pikiran itu di kepalanya, Hasina berjalan dengan langkah ringan disertai senyum bahagia yang penuh oleh lukisan bunga sebagai latar belakangnya.
╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝
Author note : maaf kalau bagian ini agak membosankan. Jujur saja aku hampir lupa ini cerita tentang apa karena sudah terlalu lama ditinggalkan.
Bab berikutnya
Comments
Post a Comment