28. Beradaptasi ? Haruskah Dia ?




"Akhirnya...... Selesai."

Kakashi selesai menghabisi semua para anbu root yang diperintahkan oleh Danzo untuk memfitnah Hasina dan menyakiti Naruto.

Darah menetes dari dirinya, Kakashi bahkan tidak tahu apakah itu adalah darahnya atau musuh yang telah dia bunuh sebelumnya.

Menyimpan mayat terakhir, dia menghela nafas dan menghilang menggunakan shunshin, dan kembali muncul di depan rumah yang telah menjadi tempatnya kembali setelah dia selesai membersihkan diri.

"Aku pulang."

"Selamat datang, Kakashi-kun. Oh ?!"

Hasina yang menggunakan apron tiba-tiba berjalan mendekatinya dengan kecepatan yang mencengangkan.

"Aroma darah tercium sangat kuat padamu lebih dari sebelumnya. Apa yang terjadi ?"

Mendengar perkataan Hasina, Kakashi menaikkan sebelah alisnya dan berjalan melewati Hasina yang masih memiliki gelembung sabun di tangannya.

"Apa kamu lupa jenis pekerjaan apa yang ku miliki ?"

"Tentu saja aku ingat. Hanya saja bau darimu bisanya tidak tercium sekuat ini. Apakah kamu terluka ?"

Melihat Hasina yang membilas tangannya di wastafel dengan telinga yang berkedut dan ekor yang bergoyang-goyang dengan cemas, Kakashi entah mengapa mengingat bagaimana Naruto dan wanita itu saling bercanda, dan bahkan berpikir untuk mencoba melakukan hal yang sama untuk membuatnya lebih santai.

"Sedikit."

Hasina yang mendengarnya Kakashi terluka menjadi panik, berlari mendekat dan mulai mengitari remaja itu seperti gangsing.

"Dimana ?! Separah apa ?!"

Kakashi perlahan menunjukkan lengan kanannya yang terluka. Baginya itu adalah luka kecil yang tidak lebih dari goresan di matanya, bahkan mungkin akan sembuh dalam beberapa hari, tapi bagi Hasina yang belum pernah melihat luka parah secara nyata, hal itu sangatlah menakutkan untuknya.

Hasina tidak bisa membayangkan berapa banyak rasa sakit yang harus di alami oleh anak itu untuk sampai membuatnya cuek pada luka yang sangat besar dan begitu dalam.

Melihat wajah pucat Hasina, Kakashi merasa sedikit bersalah. Dia sudah memperkirakan semua reaksi dan tidak menyangka akan menjadi apa yang dia lihat seperti saat ini.

Kakashi mengira Hasina mungkin akan merasa lega atau kesal karena luka kecilnya, tapi reaksi besarnya membuat Kakashi merasa telah melakukan dosa besar karena telah membuat wanita yang sangat peduli itu benar-benar khawatir.

"Ini...... Hanya luka kecil. Tidak masalah."

Sayangnya, semakin Kakashi mencoba menenangkan, semakin menjadi khawatir dan sedih Hasina mendengarnya.

'Dunia shinobi benar-benar keras.'

Mengeluarkan obat dari game, Hasina hanya bisa mendesah sedih saat dia mengambil yang paling rendah demi menghindari mata sistem yang masih mengintainya, dan peringatan Tia yang takut hal itu mungkin saja bisa berdampak buruk bagi manusia dengan tubuh biasa tanpa modifikasi sistem.

"Jadi.... Apakah luka ini terjadi akibat misi atau......"

Menundukkan kepalanya, Hasina merasa bersalah karena telah melemparkan beban untuk melindungi Naruto dan dirinya sendiri yang jelas-jelas orang dewasa pada remaja sepertinya.

"Misi kali ini sedikit lebih sulit."

Item di tubuhnya menunjukkan bahwa Kakashi telah membohonginya, namun dia tidak memiliki keberanian untuk mempertanyakan hal itu.

Selesai menerapkan salep berbau mint yang segar, Hasina secara perlahan membalut lengan kanan Kakashi yang memiliki luka cukup parah dengan perban.

Untuk manusia normal, luka yang dimiliki oleh remaja itu sudah seharusnya segera dibawa pergi ke rumah sakit. Namun, mengingat betapa banyaknya shinobi yang melarikan diri dari rumah sakit dengan berbagai alasan, Hasina akhirnya menyerah untuk membujuknya pergi, dan memutuskan untuk merawatnya sendiri.

"Hasina-san."

"Hm ?"

"Apakah kamu tidak mau mencoba berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekitar ?"

Mendengar pertanyaan yang tidak pernah dia sangka akan keluar dari Kakashi yang introvert, Hasina membatu untuk waktu yang cukup lama. Bertanya-tanya apakah telinganya telah membuat filter yang terlalu berlebihan karena cintanya pada keluarga, atau memang ada yang salah dengan orang di depannya.

"Kenapa kamu tiba-tiba muncul dengan ide untuk menanyakan hal semacam itu padaku ?"

"Lebih banyak kenalan lebih banyak mata yang mengawasi, dan beberapa pihak yang memiliki niat buruk akan menjadi jauh lebih berhati-hati."

"Ternyata benar, Danzo masih belum menyerah. Jadi.... Apakah Hokage di desamu terlalu tua untuk melihat hal yang begitu jelas ? Atau dia adalah pemimpin boneka yang berfungsi sebagai pajangan hanya untuk dasar kepentingan ?"

Keheningan Kakashi membuat Hasina menjadi semakin kesal.

Pria tua bergelar pemimpin yang seharusnya membuat desa menjadi aman dan sejahtera, justru mengabaikan organisasi bawah tanah yang memiliki potensi besar untuk melakukan kejahatan atau yang lebih buruk, pemberontakan.

Apapun alasannya, organisasi bawah tanah yang tidak dipegang oleh pemerintah yang berwewenang dan diresmikan mau secara rahasia atau disembunyikan, tidak bisa dibenarkan.

Apa bedanya hal itu dengan gangster dan mafia ?

Danzo hanya mempercantiknya dengan mengatasnamakan kepentingan desa Konoha, yang sampai saat ini masih belum juga terbukti efektif dan bahkan berakhir sebaliknya, justru menjadi negatif.

"Kakashi-kun, jika kamu menemukan bahwa aku telah membuat kekacauan di desa, apakah kamu akan marah padaku ?"

Hasina yang belum pernah membunuh seumur hidupnya, dan bahkan tidak pernah membayangkan akan melakukannya, menjadi tengelam semakin dalam pada rasa takut dan ragu akan keputusan yang akan dia buat.

Dia hanya orang biasa yang taat hukum dan hidup di bawah bendera merah putih tanpa sedikitpun bersentuhan dengan sisi gelap.

Satu-satunya peraturan yang pernah dia langgar hanyalah lupa menggunakan helm saat mengendarai motor, selain itu dia selalu menjadi orang yang patuh pada hukum yang ada.

Tapi ....

Entah bagaimana dia sekarang sedang merencanakan cara untuk membunuh seseorang.

Siapa yang akan menyangka orang seperti dirinya akan memikirkan hal yang menakutkan seperti itu ?

'Apapun alasannya, membunuh tetaplah membunuh. Setelah melakukannya, aku tidak bisa lepas dari kata pembunuh. Apakah aku bisa menjalani hidupku dengan normal setelahnya ?'

Membunuh manusia jelas berbeda dari membunuh hewan. Bahkan tidak sengaja membunuh, atau membunuh demi mempertahankan diri saja bisa membuat trauma yang dalam pada manusia normal. Apalagi yang dilakukan dengan sengaja dan sadar, bahkan sampai telah direncanakan.

"Hasina-san. Apakah kamu tidak pernah membunuh siapapun seumur hidupmu ?"

Kakashi bisa menebak apa yang ingin dilakukan oleh Hasina, namun dia tidak mengerti dengan reaksi besar yang dia tunjukkan sekarang.

Awalnya dia mengira bahwa Hasina hanya takut bahwa dia akan membencinya, namun sepertinya bukan itu alasan yang sebenarnya.

Kenangan dari dia dan Hasina saat pertama kali saling berhadapan untuk yang pertama kalinya, dia mengingat wajah tenang nya saat melihat pemandangan berdarah pada malam itu.

'Apakah dia tidak setenang yang dia tunjukkan padaku ?'

Tangan ramping Hasina menarik perban terlalu kencang dan membuat Kakashi menarik nafas keras karena terkejut dengan rasa sakit yang tiba-tiba.

'Reaksi itu. Apakah aku benar ?'

***

Tersebar di berbagai tempat yang jauh, setiap kloning Adelia secara tiba-tiba merasakan ketidaknyamanan dalam diri mereka.

"Rise-sama. Ada apa ?"

"Tidak apa-apa. Aku sepertinya hanya kelelahan."

"Anda bisa pulang lebih awal untuk beristirahat, saya akan menyusul anda nanti setelah membersihkan bengkel terlebih dahulu."

Wanita dengan otot kencang dan rambut diikat kebelakang yang membentuk gaya rambut ponytail, berjalan keluar bengkel pandai besi dengan tangan yang sedikit gemetar.

'Apa yang terjadi ?'

Langkah kakinya semakin cepat seperti sedang berpacu dengan waktu.

Dengan pintu rumah yang dibanting keras, wanita atletis itu langsung menerobos masuk menuju dapur.

"Eire-chan.... Apakah kamu di rumah ?"

"Oi ! Dimana etika mu ?!"

"Eire !"

"A–ada apa ?!"

"Jika aku membunuh seseorang–"

Mendengar kata membunuh, tanpa menunggu temannya menyelesaikan ucapannya, gadis kecil dengan spatula di tangannya langsung melemparkan benda itu dan bergegas mencari skop dan berbagai hal lainnya.

"Diaman mayatnya sekarang ?! Apakah ada saksi mata ? Apakah kamu sudah menghancurkan bukti dan menghilangkan jejak di tempat kejadian ?"

"Tunggu–"

"Kita orang baru di kota ini. Bukannya kamu bilang jangan sampai kita mendapat masalah sebelum kita bisa menarik perhatian orang penting ?!"

"Hei....."

Melihat gadis yang bersenjata lengkap dengan skop, kapak, gergaji dan berbagai alat berbahaya lainnya, Rise menjadi agak takut dengan betapa siapnya dia ketimbang dirinya sendiri.

"Aku tidak membunuh siapapun. Setidaknya mungkin untuk saat ini."

"Lalu kenapa kamu menanyakan hal itu tiba-tiba ?! Bahkan sampai membuat keributan saat memasuki rumah !"

"Sebenarnya......."

Beberapa menit kemudian, setelah mendengarkan Adelia yang ragu untuk mengotori tangannya, Tia menjadi sedikit kecewa.

"Rise– tidak, Adelia. Aku mengerti akan keraguanmu, sungguh aku sangat mengerti itu. Tapi–"

Mengingat pembunuhan pertama yang dia lakukan, jantung Tia yang selalu tenang menjadi berdegup tidak karuan.

Dia tidak mengambil nyawa karena dorongan hati sesaat, dia tidak melakukannya karena kebencian ataupun dendam. Dia hanya ingin melindungi, tapi pada akhirnya alasan baik itu telah menjadi tidak jelas sebanyak orang-orang yang telah dibunuhnya.

Awalnya dia akan merasa menyesal, namun lambat-laun penyesalan itu perlahan-lahan menghilang dan hanya berakhir dengan ketidak pedulian dan pengabaian terhadap apa yang telah dia lakukan.

Saat membunuh telah dipilih olehnya, sejak saat itu membunuh telah menjadi pilihan yang selalu muncul dalam kepalanya, turus menerus seakan-akan dia tidak memiliki pilihan lain selain melakukan hal itu.

Di satu sisi, dia ingin Adelia belajar untuk menjadi kuat menghadapi lebih banyak masalah di masa depan, yang mungkin hanya akan menjadi lebih bertambah buruk karena terlalu banyaknya musuh yang kuat untuk mereka berdua hadapi bersama. Namun disisi lain, dia tidak ingin Adelia berakhir sama seperti dirinya.

Dia, jujur saja ingin untuk mempertahankan Adelia yang sekarang, sangat. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa di dunia seperti ini, dunia dimana membunuh menjadi hal yang bisa sering kau lihat dan dengar, hanya akan membuatmu kesulitan untuk bertahan dan sebagai rekan dia hanya akan berakhir menjadi hambatan baginya.

Dia benci memikirkannya, tapi dia ingin Adelia membiasakan diri.

"Kamu harus beradaptasi."

***

Hasina hanya bisa tersenyum miris saat mendengar Kakashi mengatakannya.

Dia ingin berbohong, tapi reaksinya terlalu jujur untuk bisa menipu remaja itu, terlepas dari item yang membantunya untuk berakting, dia tidak lagi bisa mengandalkan apapun bahkan dirinya sendiri untuk berbohong.

"Ya.... Aku belum pernah membunuh siapapun seumur hidupku."

Kakashi tidak tahu reaksi apa yang harus diberikan setelah mendengarnya.

Itu terlalu–

"Mengejutkan. Sungguh, aku–"

Tempat pun menjadi hening seketika.

Kakashi memikirkan bagaimana dia bisa membunuh seseorang dengan mudah saat pertama kali melakukannya, dan dengan cepat beradaptasi dengan rasa tidak nyaman itu hanya dalam beberapa saat.

Mungkin karena lingkungan tempat dia tinggal, atau apa yang sering dia dengar telah membuatnya lebih kebal.

Tapi Hasina-san mungkin berbeda.

Dia tahu betapa baik Hasina, dan betapa lembut hatinya. Jika dia tidak pernah membunuh sebelumnya, itu hanya membuktikan bahwa dia terlalu lembut dan tidak tega atau ada yang melakukan pekerjaan kotor untuk dirinya.

'Lalu kenapa dia tiba-tiba ingin melakukan pembunuhan secara pribadi ?'

Kakashi memperkirakan bahwa dia sudah tidak memiliki seseorang yang akan melakukan hal itu untuknya lagi, dan tidak mau dia terus melakukannya untuk dirinya dan putra angkatnya.

Meski dia seringkali berbohong akan bau darah yang ada di tubuhnya, sebenarnya dia dan dia sama-sama tahu bahwa itu hanyalah kebohongan, dan memilih untuk saling berpura-pura tidak menyadarinya.

"Aku akan–"

"Tidak perlu !"

"Aku sudah terbiasa."

"Aku tidak menginginkannya ! Aku tidak mau ada yang terbiasa dengan darah di tangan mereka dan nyawa yang mereka ambil dari orang lain. Jika memang tidak ada pilihan lain, aku akan melakukannya sendiri. Aku akan menanggung dosa ini sendiri. Aku tidak memerlukan siapapun untuk menggantikan ku."

Hasina menetapkan hatinya.

Dia tidak lagi ingin menjadi naif dan berfikir bahwa kebaikannya akan menyelesaikan setiap masalah. Terkadang kita perlu membuat langkah yang baru jika musuh terlalu berbahaya dan mengancam keselamatan dirimu sendiri atau bahkan orang-orang di sekitarmu.

Jika Danzo tidak ingin berdamai dan terus melakukan apa yang dia lakukan sekarang, Hasina akan menjadi orang yang mengakhiri semua ini.

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗✧*。 see you later 。*✧╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝


Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan