23. Bukan Kebohongan Tapi Juga Bukan Yang Sesungguhnya 1
Wajah Itachi memiliki ekspresi kesedihan dan sedikit kemarahan. Keputusasaan bisa terlihat dari sorot matanya yang menatap Shisui yang telah kehilangan sebelah matanya.
Melihat adegan itu, Hasina dengan panik mengirimkan video ke alam bawah sadar Tomo untuk mengganti ramalan dengan apa yang dia kirimkan.
'Tia ! Ganti itu !'
Tomo yang masih terkejut dengan kenangan aneh yang tiba-tiba muncul di dalam ingatannya, langsung bergegas mengubah ramalan saat suara Hasina yang panik terdengar bergema di dalam kepalanya.
Gambar Shisui yang berbicara tanpa suara, tiba-tiba mengambil mata kirinya yang tersisa, dan memberikannya pada Itachi dengan senyuman sebelum menjatuhkan dirinya ke sungai Naka untuk bunuh diri.
Tanpa membiarkan mereka tahu apa yang terjadi selanjutnya, Tomo langsung mengganti perspektif masa depan secara paksa dengan cara yang sehalus mungkin.
'Tia. Kamu......'
Hasina yang sudah belajar mendeteksi energi, terkejut saat mana milik Tomo melonjak dan bergetar dengan hebat.
'Hentikan saja jika memang sangat menyakitkan ! Jangan paksakan ! Aku bisa mencari cara lain !'
'Diam ! Aku bukan rekan yang perlu di carry ! Aku juga punya harga diriku sendiri !'
Merasakan perasaan yang dia kenal dimana tubuhnya begitu sakit seperti digerogoti dari dalam, Tia hanya bisa tertawa di dalam hatinya dengan meremehkan.
Bagi Tia yang sudah banyak sekali melalui rasa sakit dan berbagai penderitaan lainnya, rasa sakit semacam itu tidak layak disebutkan. Selama dia bisa membalaskan dendamnya, dia tidak peduli berapa banyak yang harus dia bayarkan sebagai gantinya.
Ditambah lagi, Tia tahu betul betapa senangnya Adel saat mengetahui bahwa dia mampu melihat masa depan dengan kemampuan miliknya.
Apalagi setelah mereka menemukan cara untuk mengubah pengelihatan masa depan, harapan dimata Adel nyaris tidak bisa disembunyikan.
Dia, yang hampir tidak memiliki kekuatan tempur tersisa yang layak disebutkan, benar-benar sangat ingin membuktikan dirinya.
Bahkan, meski dia sadar dia bisa bergantung pada Adelia karena hatinya yang mudah dilembutkan, dia tidak menginginkannya.
Karena dia–
'Karena aku ingin kamu membantuku untuk membalaskan dendam. Aku menemui mu, bukan karena ingin bergantung padamu untuk menuntut balas dendam milikku.'
Dengan kata lain, Tia ingin ikut berpatisipasi pada rencana Adel, bukan hanya sekedar menjadi penonton di kursi samping.
'Tia......'
'Percayakan masalah ini padaku.'
Gambar berubah menjadi Itachi yang berjongkok diatas tiang listrik dimalam hari dengan latar belakang bulan besar yang bersinar terang, memberikan bayangan pada tubuh bagian depan miliknya.
Itachi yang semulanya memejamkan mata, secara perlahan membuka matanya dan menunjukkan mangekyo sharingan yang bersinar dalam gelapnya bayangan.
"Shisui...... Dia..... Benar-benar mati ? Bagaimana bisa ?!"
Sebelumnya, Fugaku mengira bahwa Itachi akan menyelamatkan Shisui. Meski menyelamatkannya tidak akan memberikan kehidupan masa depan yang baik, mengingat betapa parah luka dan hilangnya mata miliknya. Tapi–
Melihat putranya yang menyaksikan gambar dirinya dimasa depan dengan ekspresi yang tak tertuliskan, Fugaku tahu bahwa anak itu akan mencari cara untuk membantu sahabatnya.
Setidaknya itulah yang dia pikirkan, sebelum dia melihat mata mangekyo sharingan yang memancarkan rasa sakit keputusasaan, yang merupakan bukti bahwa Uchiha Shisui memang telah tiada.
'Dia..... gagal menyelamatkannya.'
Meski seperti yang dikatakan oleh Hasina, bahwa ramalan tidak begitu jelas dan samar-samar. Fugaku sudah bisa memperkirakan apa yang kira-kira telah terjadi, dan itu adalah kudeta clan Uchiha.
Semakin Fugaku melihat ke depan, semakin dia mempertanyakan kelayakan rencana itu.
Apakah kudeta memang adalah yang terbaik untuk masa depan ?
Siapa yang tahu, apa akhir yang akan menanti mereka di ujung jalan yang gelap itu.
Mikoto melihat Itachi, putranya, mengepalkan tangannya erat-erat dan telah kehilangan ketenangannya yang biasa. Meski dia tahu dia tidak berhasil menjadi ibu yang baik bagi Itachi, dia masih tetaplah seorang ibu.
Dia melahirkan anak itu dan melihatnya tumbuh dewasa dari hari ke hari, jadi tentu saja dia juga sangat menyayanginya meski rasa hormat lebih besar daripada cinta keibuan itu sendiri.
Saat tangannya terulur untuk meraih pundak putranya, gambar Itachi di kolam cermin telah berubah menjadi berdarah-darah.
Putranya penuh luka, dan darah terus-menerus menetes darinya. Lalu, disaat berikutnya, wajah tampan putranya muncul kembali. Tapi kali ini, dia sudah tidak terlihat hidup lagi.
"Itachi......"
Mikoto menutup mulutnya untuk menahan isak tangis yang baru saja keluar darinya.
Putranya bahkan baru terlihat berusia dua puluhan, namun dia harus mati dengan cara yang mengerikan.
Fugaku yang melihat istrinya begitu terpukul pun mendekat dan dengan lembut merangkulnya. Mereka berdua menatap punggung Itachi dari arah belakang tanpa tahu harus mengatakan apa.
Sejujurnya, Fugaku sangat ingin menolak mengakui masa depan itu. Tapi, jauh didalam lubuk hatinya, dia entah mengapa percaya bahwa adegan barusan adalah masa depan yang sesungguhnya.
Setelah Itachi dengan tubuh yang retak secara tidak wajar telah bersinar dan berubah menjadi potongan-potongan kertas kecil, kolam pun kembali seperti sedia kala, dan akhirnya Fugaku pun mengalihkan pandangannya pada Hasina.
Dia adalah seseorang, atau harus dikatakan entitas, yang memiliki kekuatan untuk membantu mereka. Namun–
"Itachi. Ambilkan darah Sasuke."
"Baik. Tou-san."
Itachi berbalik dan langsung pergi setelah menjawabnya.
Bagi Fugaku sekarang, dia harus memastikan masa depan putranya yang lain lebih dulu. Dia ingin melihat, takdir yang terikat erat semacam apa hingga wanita yang sekuat itu memerlukan bantuan dari clan mereka.
Bukan berarti dia merasa wanita itu maha kuasa, hanya saja, dia tidak bisa memikirkan apapun yang bisa membahayakan putra angkat milik wanita itu selama dia berada didekatnya di dunia ini. Setidaknya, untuk saat ini.
Saat Fugaku ingin mencoba berbicara pada Hasina mengenai kesepakatan yang wanita itu tawarkan, gadis bertelinga kucing yang sebelumnya berdiri dengan tegak, secara tiba-tiba berlutut sambil menutupi mulutnya dengan tangan.
Warna merah cerah muncul di visi pengelihatannya.
Dia bisa melihat darah merah cerah, mengalir dari sela-sela jari gadis itu.
Darah merah begitu banyak hingga bocor dan mengalir di lengan kecilnya, yang berakhir menodai lengan panjang kosode putih yang dia kenakan. Meski karismanya sebagai Miko masih memancar keluar, namun kerapuhan dari dirinya memberikan perasaan ingin melindungi dari mereka yang melihatnya.
Rasa takut sebelumnya yang disebabkan oleh mata gadis itu, telah tergantikan dengan rasa khawatir dan kasihan.
"Apa yang terjadi padanya ?"
Hasina berlutut dan membantu mengelap darah dengan saputangan ditangannya, mengabaikan pertanyaan Fugaku agak lama sebelum akhirnya menjawab setelah Tomo terlihat sedikit lebih baik.
"Tidak ada yang gratis didunia. Melihat masa depan, jelas membutuhkan bayaran yang setimpal."
Hasina mengingat penjelasan Tia mengenai bayaran apa yang harus dibayarkan olehnya. Meski awalnya dia sangat bersemangat, setelah mendengar apa yang harus dibayarkan, dia tidak lagi merasa cara itu layak digunakan.
Namun, Tia memaksa untuk memakai kemampuan itu setelah melihat betapa bersemangatnya dia sebelumnya.
Dia sadar Tia hanya ingin menjadi berguna. Meski gadis itu tidak mau mengakuinya, dia tahu bahwa Tia sebenarnya takut tidak lagi diperlukan dan berakhir ditinggal.
Gadis yang selalu melakukan segalanya sendiri, tidak tahu apa yang harus dilakukan saat dia telah memiliki seseorang disisinya selain membuktikan nilai dirinya.
"Aku tidak apa-apa."
Tia memasang ekspresi kuat, dan bertindak seperti semua terkendali seakan-akan genangan darah merah dibawah dirinya hanyalah background yang tidak penting.
Adelia tidak tahu bahwa Tia memang sudah terbiasa dengan rasa sakit dan berlutut selama beberapa saat karena dia sudah terbiasa dengan rasa sakit.
Dibandingkan dengan rasa sakit dari organnya yang hancur, Tia mengingat transformasi dari tubuh manusia miliknya setelah dia memakai kemampuan pertamanya. Perasaan itu membuatnya merasa seperti terlindas truk terus menerus dan berulang-ulang namun hanya bisa menahannya, karena kematian tidak lagi menjadi pilihan.
Dia bertahan merasakan penderitaan bukan hanya karena sekedar takut akan kematian, bahkan, dia sebenarnya sadar bahwa mati mungkin akan lebih baik daripada hidupnya sekarang. Tapi, setelah mengingat kembali bahwa masih ada beberapa orang yang menunggunya untuk kembali, dia merasa semua rasa sakit itu sepadan dengan keluarga yang mencintainya.
Selama dia mampu bertahan.
Selama dia bisa menahannya, rasa sakit dari perjuangan yang seperti tiada akhirnya. Suatu hari nanti, dia pasti akan berhasil kembali ke pelukan keluarga hangatnya di rumah itu.
Begitulah harapan miliknya dulu, dan sekarang, semuanya hanya demi balas dendam yang tidak bisa lagi untuk dia lepaskan.
"............ Baiklah. Ayo lakukan sekali ini lagi saja."
"Um......"
***
Sasuke memandang keluar jendela dengan ekspresi bosan, dan mengabaikan semua jeritan melengking dari anak-anak perempuan yang menggangu.
Dia merindukan nii-san nya.
Dia merasa bahwa semua ini sangat menyia-nyiakan waktu. Dia bisa mengerti dengan cepat, dan kebanyakan dari pengetahuan yang diajarkan di akademi terlalu rendah dalam standarnya.
"Sasuke. Apa yang kamu lihat ?"
'Dan ini dia, bocah pirang menyebalkan yang dia paling tidak suka.'
Sasuke benci dengan betapa bodohnya Naruto, yang sangat bertentangan dengan jenis orang yang dia harapkan akan menjadi temannya.
Nii-san nya sangat berharap dia memiliki teman, dan bagi Sasuke yang melihat nii-san nya sebagai simbol kesempurnaan, akan membandingkan setiap orang yang dia temui dengan Itachi.
Yang ini terlalu bodoh.
Yang itu pintar namun tanpa bakat.
Dan yang disana terlalu biasa-biasa saja.
Pada akhirnya, tidak ada yang bisa memenuhi kriteria-kriteria yang tidak masuk akal miliknya.
"Bukan urusanmu."
"Kamu pikir aku ingin berurusan dengan mu ?!"
"Lalu. Enyahlah dariku."
Meski terlihat jelas bahwa Naruto kesal, dia tidak pergi dan justru duduk disamping Sasuke dan melihat langit diluar jendela bersamanya.
"Apa yang kamu lakukan ?"
"Melihat langit ?"
"Kamu–"
Sasuke terkejut dengan rasa sakit samar yang tiba-tiba dia rasakan, dan melihat dengan terkejut saat ujung telunjuknya mengeluarkan darah. Meski lukanya tidak dalam, dan darah mulai segera berhenti keluar, Sasuke menatap tidak percaya pada luka yang tiba-tiba muncul dari ketiadaan.
'Apa yang terjadi ?'
***
Melihat Itachi yang telah kembali, Hasina langsung menjadi khawatir.
'Tia....... Meski kita bekerja sama, jangan memaksakan diri. Mengerti ?'
'Tenang saja, aku sudah pernah memakan naga sebelumnya, jadi regenerasi ku sudah diatas rata-rata.'
Itachi melihat genangan darah yang sebelumnya tidak ada, dan mengerutkan keningnya.
"Apa yang sebelumnya terjadi saat aku pergi ?"
"Tomo-san dia–"
"Bisakah kita mulai sekarang ?"
Tia tidak membiarkan Mikoto menyelesaikan ucapannya. Dia sudah mendengar penjelasan dari Hasina mengenai sifat dan kepribadian dari Itachi.
Meski dia tidak percaya, karena dari apa yang dia lihat sebelumnya saat menonton anime yang tayang di televisi dengan kakaknya, Itachi adalah karakter yang jahat. Tapi, di satu sisi, Hasina juga benar.
'Aku tidak mengikuti cerita anime Naruto secara lengkap.'
Dengan kata lain, dia tidak memiliki hak untuk menilai situasi Itachi meski dia tidak menyukai apa yang telah dilakukan oleh bocah uchiha itu.
Karena Adelia mengatakan bahwa anak itu baik, maka dia seharusnya memang baik. Mau apakah itu benar atau tidak, lebih baik berjaga-jaga daripada menyesal diakhir, karena jika anak itu tidak tega melihat seseorang terluka dan memilih untuk tidak melihat masa depan, itu jelas akan sangat menggangu rencana yang sudah dipersiapkan.
"........ Baiklah."
Sayangnya Tia tidak tahu, bahwa bagi Itachi tidak ada yang lebih penting dari adik laki-lakinya, Sasuke.
Bahkan Itachi saja rela membantai seluruh clan nya, jadi rasa sakit Tia mungkin hanya akan mendapatkan simpati darinya jika itu menyangkut adik laki-lakinya.
Gadis itu tanpa sadar telah menyia-nyiakan kekhawatirannya karena terlalu banyak berpikir.
Kemudian.
Darah Sasuke dan Naruto dijatuhkan di atas kolam disaat yang bersamaan.
╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝
Author note : terimakasih untuk komentarnya guys. Itu sangat membantu, dan aku bahkan sudah mendapatkan inspirasi walaupun hanya sedikit.
Meski aku tidak akan mengatakan komentar siapa, tapi aku tetap berterima kasih pada semua yang berkomentar di chapter sebelumnya.
(ㅅ´ ˘ ') Serius, makasih banyak.
Comments
Post a Comment