11. Masa Lalu Yang Mulai Terungkap
Dahulu kala, hiduplah sesosok kutukan yang terlahir dari rasa takut manusia pada serangga berbahaya.
Makhluk itu adalah kutukan yang sangat lemah, sangat lemah hingga hanya bisa terus melarikan diri untuk mempertahankan entitasnya.
Hidup bak sampah. Makhluk kecil yang tak berdaya itu akhirnya mendapatkan keberuntungannya, dengan menemukan mayat manusia yang merupakan onmyoji yang cukup kuat di era saat itu. Insting alami miliknya terbangun, dan dia memakan manusia untuk pertama kalinya sejak dia tercipta di dunia ini.
Itulah awal dari kebangkitannya.
Ingatan sang onmyoji berhasil dimiliki olehnya. Tidak hanya ingatan, bahkan perasaan sebagai manusia juga dapat dia rasakan.
Kutukan yang sebelumnya memiliki pemikiran seperti anak berusia 3 tahun yang hanya mengandalkan insting untuk bertahan, langsung mengalami lonjakan pertumbuhan dengan semua kenangan serta pengalaman dari manusia yang dimakannya.
Membuat berbagai rencana, ia berhasil meneror manusia dan memperoleh kekuatan yang diberikan oleh para korbannya.
Setelah mendapatkan kekuatan dan sosok yang hampir menyerupai manusia yang dia impi impikan, kutukan itu mulai mempelajari salah satu kemampuan yang dia lihat pada kenangan onmyoji yang dia makan.
Segel.
Meski diremehkan, kutukan itu sadar akan potensi dari segel yang tidak pernah dipelajari dengan serius oleh para manusia.
Mengandalkan umur panjangnya, kutukan itu berhasil mengembangkan segel yang telah diabaikan oleh semua orang.
Memikirkan betapa sayangnya semua pengetahuan yang mungkin akan hilang setelah dia disucikan, kutukan itu akhirnya mengutuk dirinya sendiri dengan segel untuk kehidupan yang abadi dengan semua ingatan yang masih ada di tubuh barunya.
Namun, kutukan yang belajar secara otodidak itu tidak mengetahui, betapa berbahayanya merusak sistem yang berakhir mengacaukan peraturan dunia.
Dia membuat kesalahan, dan hasilnya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan, dimana bahkan segel masih menuntut bayaran.
Dan apakah itu hanya ingatan ?
Aku meragukannya.
Menaruh kembali kuas ditempatnya, aku yang baru saja menemukan semua alat tulis dan kertas putih, merasa sama kosongnya dengan kertas yang menumpuk itu.
Begitu hampa ....
Begitu ....
"Tak ada artinya."
Aku menghela nafas saat mataku menatap menuju simbol segel dari kenangan yang telah ku catat diatas kertas.
"Lebih baik bereinkarnasi saja sekalian. Setidaknya aku tahu aku benar-benar telah mati dan tidak akan berharap lagi untuk kembali !"
Memukul meja batu hingga retak saking tidak bisa menahan kesal, aku menghela nafas lega setelah menyadari bahwa kaki laba-laba ku telah mengambil semua barang dari atas meja sebelum mereka jatuh.
Terkekeh kecil, aku mengigit bagian bawah bibirku dan mulai memikirkan kisah tadi yang menceritakan kebodohan dari sosok yang menginginkan banyak hal, tanpa memikirkan konsekuensinya.
Sangat bodoh untuk dipikirkan.
Hal besar, juga pasti mengharuskan mu untuk membayar dengan harga yang setimpal. Dan kini, aku terpaksa untuk menggantikan makhluk bodoh itu atas kesalahan yang dilakukan olehnya.
"Apakah ini bahkan adil ?"
Frustasi, aku berjalan keluar dan menunggu sosok yang sudah biasa datang dari waktu ke waktu untuk menjadi teman bicara.
Aku tahu hal ini seharusnya dirahasiakan, tapi aku tidak tahan menyimpan semuanya seorang diri.
Dalam beberapa jam ku yang tidak produktif, Gojo akhirnya datang dengan ekspresi bingung diwajahnya.
"Ada apa denganmu ?"
Heh ...
Seperti biasa, tidak ada yang tidak bisa dilihat olehnya.
"Apakah kamu akan percaya jika aku mengatakan bahwa aku frustasi pada dunia ?"
"Kedengarannya percakapan kali ini akan menjadi sangat berat ?"
Gojo berjalan menuju ke arahku dan mengambil tempat duduk di atas batu di sampingku. Tangannya yang memegang paper bag terulur kesamping dan menaruhnya di pangkuanku.
"Ini ?"
"Kamu mengatakan sebelumnya. Kamu selalu suka benda-benda menarik buatan manusia, tapi tidak mau pergi mengambilnya karena terlalu khawatir akan membuat masalah yang tidak perlu akibat kehadiranmu di kota."
Dia ....
Cukup peduli, ternyata.
"Apa ini ?"
"Buka dan lihatlah sendiri."
Membuka dengan sangat hati-hati, aku melakukannya dengan rasa takut akan merusak benda itu karena sedikit kekuatan mungkin saja akan menghancurkannya.
Lalu, bungkus kotak dengan gambar benda yang sangat akrab itu membuat tubuhku langsung bersemangat dalam sekejap.
"Smartphone ?!"
"Kamu tahu ini ?"
"Tentu saja ! Maksudku, semua manusia memilikinya. Tentu saja aku sudah mencari tahu infomasi mengenai benda ini."
"Suka ?"
"........" Melihat wajah yang masih sama, ekspresi yang juga sama, aku seharusnya tidak menyukainya. Tapi– "Um......" Mengerucutkan bibirku dan mengangguk sambil mengalihkan wajahku darinya, aku pikir dia tidak seburuk itu. Karena sejak awal memang bukan sepenuhnya kesalahannya.
"Baguslah. Jadi, ada apa denganmu ?"
"Gojo–"
"Satoru."
"Apa ?!"
Aku cukup terkejut, meski Gojo tidak sopan dan terkadang mengabaikan situasi tanpa memperdulikan orang lain, tapi dia bukan tipe yang akan menyela ucapan seperti itu.
Setidaknya itulah yang ku rasakan setelah beberapa kali bertemu dengannya secara baik-baik.
"Apa ?"
"Ada banyak sekali Gojo. Tapi hanya ada satu Gojo Satoru. Aku ingin kamu memanggilku dengan nama ku, bukan klan ku."
Tapi nama Satoru juga bukan hanya kamu yang memilikinya, kan ?
"Apakah itu bahkan penting ?"
"Tentu saja !"
Meski aku tidak bisa melihat matanya karena tertutup, tapi aku bisa merasakan betapa panas matanya yang sedang menatapku sekarang.
Sangat jelas dia tidak akan menerima penolakan sedikitpun.
"Baiklah. Satoru."
"Ya~ begitulah seharusnya~ jadi, apa tadi yang ingin kamu katakan ?"
"Itu...... Bagaimana jika suatu hari nanti kamu membuka matamu, dan menyadari bahwa kamu bukanlah lagi manusia ?"
"....... Maksudmu berubah menjadi kutukan ?" Wajah Gojo terus mengarah padaku.
Biasanya dia akan melakukan sesuatu selagi kita mengobrol karena dia tidak bisa diam, dan ketenangannya sekarang membuktikan bahwa dia mengganggap serius pembicaraan ini.
Meski senang, aku agak takut dia akan menyadari sesuatu.
Bagaimanapun juga dia jenius dan pemilik enam mata yang seperti bisa melihat segalanya.
"Sayangnya itu tidak mungkin terjadi, karena aku tidak akan pernah menjadi kutukan. Tapi itu pasti bukan jawaban yang ingin kamu dengar, kan ?" Tangan ramping indah miliknya mengarah ke wajahnya, dan jari-jari ramping miliknya mengusap mata biru langit yang tertutup. "Tapi, jika itu memang terjadi entah bagaimana, maka aku akan mencari cara untuk mengusir diriku sendiri."
"Kamu– apa ?!"
"Menjadi yang terkuat sama dengan memikul masa depan dunia dipundaknya. Jika yang terkuat menjadi musuh, maka dunia akan menghadapi kehancurannya."
"Lalu. Bagaimana jika kamu bukan yang terkuat ? Bagaimana jika kamu hanya manusia biasa dengan emosi serta kendali atas tubuhmu yang telah berubah ? Kamu tidak harus memikul beban apapun kan ?"
"Akari !" Suaranya berat dan aku bisa merasakan ketegangan yang muncul diantara dia dan aku. Untuk sementara, aku cukup merasa takut dan berpikir dia akhirnya marah, namun setelah mendengar dia meneruskan ucapannya, hal itu membuatku tidak bisa berkata-kata. "Jangan mencoba untuk mengubah manusia menjadi kutukan. Itu bukan cinta."
"........" Aku akhirnya menyadari betapa bodohnya aku. Aku benar-benar bertanya kepada orang yang salah.
Siapa juga yang mau mengubah manusia menjadi kutukan ?!
Bukankah tidak ada yang bisa disembunyikan di hadapan enam mata miliknya ?!
Lalu ada apa dengan kesalahpahaman ini ?!
"..... Hm..... ? Sepertinya bukan."
Aku tidak tahu apa yang dia lihat, tapi Gojo sepertinya bisa langsung tahu bahwa dia salah hanya dalam beberapa detik.
Detik, bukan menit ....
Ada perbedaan yang sangat jelas dari dua hal tersebut.
"Yeah. Lagipula aku belum pernah mendengar tentang cara untuk membuat manusia menjadi kutukan."
"Tadinya, aku pikir karena itu kamu, kamu mungkin memiliki cara untuk melakukan itu."
"Aku tidak menyangka kamu menilai ku dengan cukup tinggi."
Dia mulai bermain dengan kaki laba-laba mengerikan milikku tanpa terlihat jijik.
Keseriusan yang sebelumnya ada pada dirinya hilang dengan begitu tiba-tiba, seperti tidak pernah terjadi sejak awal, seakan semua hanya khayalan yang ku buat sendiri.
"Betapa santainya kamu, tidakkah wujud setengah laba-laba milik ku terlihat mengerikan ?"
"Mungkin untuk sebagian orang. Bagiku ini sangat menarik."
"....... Apa ini ejekan yang tersirat ?"
"Jika aku mau mengejek, aku pasti sudah mengatakannya secara langsung."
"Benar juga."
Setelah mengobrol santai dengan Gojo, dan dipermainkan olehnya beberapa kali, tidak terasa waktu telah berjalan begitu cepat hingga tiba saat baginya untuk pergi.
"Sejujurnya, aku tidak mengerti kenapa orang penting dengan jadwal yang sibuk sepertimu selalu menyempatkan waktu untuk menemui ku. Apakah kamu khawatir aku akan berubah pikiran dan menjadi kutukan yang jahat ?"
"Mungkin. Lagipula hanya ada satu Gojo Satoru, dan sekuat apapun aku, aku tidak memiliki kemampuan untuk melindungi semua orang."
Dan diapun menghilang dengan menyisakan bekas cekungan di atas tanah.
"Sepertinya kamu memang sudah tahu."
Membuat sarang laba-laba kecil di sekitar pohon, aku menyimpan smartphone dari Gojo dan berjalan kembali ke sarang.
Aku sengaja tidak membawa benda itu kembali. Mengingat bahwa ada cara untuk men tracking lokasi via smartphone, aku memilih untuk berjaga-jaga dari setiap kemungkinan yang mungkin akan membahayakan diriku sendiri.
Dengan perasaan sedih serta kerinduan yang mendalam pada internet, aku terus berjalan tanpa menoleh kebelakang.
"Ah~ hidupku saat ini benar-benar membosankan."
⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘
Jangan lupa berikan komentarmu, dan sampai jumpa di chapter berikutnya.
⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘⫘
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Comments
Post a Comment