20. Dia Yang Tidak Pantas Menyandang Gelar Sebagai Seorang Ayah




Rasa duduk dengan berbagai dokumen yang menumpuk di atas meja kantor Kazekage miliknya. Terus membaca sambil sesekali melirik pintu, menunggu dua orang yang diharapkan.

Namun, alih-alih dua orang seperti yang dia harapkan, tiga orang yang saling bergandengan tangan dengan sangat harmonis lah yang justru memasuki kantornya.

Bukannya dia tidak memperbolehkan Yashamaru untuk ikut masuk. Hanya saja, interaksi dan kedekatan ke-tiga orang itu terasa menyakiti mata dan hatinya.

Meski dia tidak pernah berperan sebagai ayah yang baik bagi Gaara, bukan berarti dia bisa bahagia melihatnya yang begitu terikat dengan pasangan itu seperti halnya keluarga.

Rasa sudah menganggap Yashamaru dan Roro sebagai pasangan bahkan tanpa kedua orang itu tahu.

"Kazekage-sama. Saya hanya mengantarkan Gaara-sama dan Roro-san, sekarang saya akan permisi dulu."

"Ya. Terimakasih."

Sebelum Yashamaru pergi setelah berbalik, dia berhenti dan berbisik pelan pada Roro yang masih bisa didengar oleh Rasa dengan samar-samar.

"Aku akan menunggu kalian di hutan."

"Ya. Ada tempat duduk di halaman, kamu bisa sekalian beristirahat di sana dulu."

"Um...."

Dengan filter dimata Rasa, interaksi yang sebenarnya normal ini, menjadi terasa ambigu dengan gelembung merah muda yang memenuhi seisi ruangan.

'Aku merasa seperti telah menjadi pengganggu kencan sepasang kekasih.'

Setelah akhirnya Yashamaru pergi, Rasa meminta Roro dan Gaara yang masih berdiri untuk duduk di sofa, saat dia juga berjalan menuju dua sofa yang saling berhadapan.

"Jadi. Apa yang ingin anda bicarakan denganku dan Gaara, Rasa-san ?"

"Sebenarnya. Aku ingin mengetahui pendapatmu mengenai Gaara."

Melihat mata indah Roro yang terbuka lebar karena terkejut, Rasa sedikit tidak nyaman.

Dia tahu betapa salahnya meminta pendapat orang lain mengenai seseorang yang berada tepat didekatnya. Tapi, dia sangat ingin tahu perasaan dua orang itu disaat yang bersamaan.

Bukannya dia tidak memikirkan apakah akan ada salahsatunya yang berbohong, hanya saja dia ingin melihat, apakah mereka berdua mampu dan berani untuk jujur satu sama lain sepenuhnya dari dalam hati.

Meski pelajarannya mengenai membaca bahasa tubuh seseorang melalui ekspresi mikro masihlah rendah, dia sudah cukup percaya diri jika lawannya adalah dua orang itu.

Karena yang satu masih anak-anak yang tidak tahu apa-apa, dan yang satunya lagi memberikan petunjuk bahwa dia tidak terbiasa dekat dengan orang-orang melalui beberapa kali mereka berinteraksi. Orang semacam itu biasanya adalah orang yang tidak terbiasa berbohong, karena akan sangat jarang ada seseorang yang bisa dia bohongi jika dia terbiasa sendiri.

Tidak seperti shinobi yang dilatih untuk lihai dalam berbohong, Roro dimata Rasa terlihat lebih seperti orang yang sangat jujur.

Benar. Setengahnya memang benar.

Tapi Rasa tidak tahu bahwa Adelia yang penyendiri dan memberikan batas pada dirinya dengan orang lain sebenarnya telah belajar menggunakan banyak topeng demi bertahan hidup di masyarakat.

Adelia juga telah belajar mengamati orang lain dan telah menjadi sosok yang sempurna, setidaknya dimata orang lain. Dia tahu apa yang boleh dan tidak boleh ditunjukkan pada berbagai orang yang berbeda-beda.

Menunjukkan apa yang paling diinginkan oleh orang yang menjadi lawan bicara.

Karena itulah Rasa bisa cepat menerima Adelia, karena dia telah mempelajari sosok semacam apa yang paling mudah diterima oleh Rasa meskipun dia adalah orang yang baru ditemuinya.

Mereka yang mudah dibaca.

Meski kedengarannya sangat munafik, tapi ini juga termasuk dalam kategori pertahanan diri. Selama tidak dilakukan untuk hal yang melanggar moral itu masih bisa dimaafkan.

"Anak penakut yang selalu ragu-ragu untuk mendekat. Meski Gaara mulai membukakan dirinya padaku, namun beberapa kali aku bisa merasakannya yang khawatir saat menerima kepedulian. Sorot matanya menunjukkan rasa khawatirnya yang tidak ingin ditinggalkan. Dia seperti hewan kecil terluka yang mengharapkan perhatian, namun menghindari tangan yang ingin menjangkaunya disaat yang bersamaan."

Mengalihkan pandangannya dari Rasa ke anak disampingnya, Roro melihat sudut mata anak yang sedikit memerah.

Namun, dari ekspresi anak itu Roro bisa langsung menyadari bahwa dia sedang merasa terharu, dan akhirnya menghela nafas lega, setelah memastikan bahwa dia tidak merasa sedih karena kalimat yang diucapkan olehnya.

"Tapi, hari ini Gaara sudah mulai mengalami kemajuan. Dia akhirnya tahu bagaimana membuka pintu dan menerima orang lain untuk masuk ke dunia kecil miliknya yang hanya berisikan satu orang."

Saat mengucapkan kata "satu orang", Roro melirik Rasa dan mereka berdua saling berbagi tatapan. Dari sudut matanya, Roro bisa melihat wajah Rasa yang terus mengubah-ubah ekspresi dari sedih, tegas, menyesal dan tabah.

'Bukannya kamu ingin membaca ku. Lalu apa-apa dengan perubahan ekspresi yang ekstrim itu ?'

Benar, Roro sudah menyadari niat Rasa sejak dia bertanya. Karena itulah  Roro memutuskan untuk mengatakan yang sejujurnya. Tapi, untuk Roro yang masih tegang memilah-milah kalimat yang akan dia ucapkan, justru dibuat keheranan oleh Rasa yang tiba-tiba berubah menjadi buku yang terbuka lebar sehingga siap untuk dibaca oleh siapa saja.

Siapa sangka mereka yang terbiasa membaca ekspresi, justru tidak bisa mengatur ekspresinya sendiri ?

Meski perubahan ekspresi itu sangatlah tipis dan cepat sehingga sulit untuk disadari, tapi tetap saja mereka berdua adalah profesional dalam hal ini, dan Roro yang tidak tahu bahwa Rasa sebenarnya tidak sehebat yang dia kira, berakhir membuat dirinya sendiri kecewa.

"....... Lalu. Gaara, bagaimana denganmu ?"

"Neesan, dia...... Sangat baik. Dia adalah orang paling baik yang pernah ku temui dalam hidup ini selain Yashamaru. Begitu peduli dan terus berusaha membuatku bahagia sepanjang waktu. Meski dia tidak pernah mengatakannya secara langsung, aku tahu neesan sedang berusaha memberikan rumah untukku."

Tangan kecil terulur dan mulai menggenggam jari kelingking Roro dengan hati-hati.

"Jadi kumohon...... Hanya kali ini..... Hanya satu permintaan ini saja. Aku mohon, izinkan neesan untuk tetap bersamaku. Aku tidak akan pernah meminta apapun lagi, aku juga tidak akan pernah mengharapkan hal lainnya lagi. Selama Yashamaru dan neesan tetap disini untukku, aku akan melakukan apa saja untuk itu !"

Roro dan Rasa terkejut dengan ekspresi tegas dan mata penuh ambisi dari anak itu. Tidak ada dari mereka berdua yang mengira Gaara akan mengatakan hal semacam itu, dan dengan ekspresi seperti itu.

Saat Roro khawatir dan sedih oleh emosi yang begitu berat pada anak yang masih begitu kecil, Rasa justru kebalikannya, dia merasa akhirnya Gaara mengerti tugasnya sebagai seorang jinchūriki.

Rasa merasa bahwa anak itu telah tumbuh dewasa dan sudah mampu memikul beban desa dipundaknya, benar-benar melupakan semua kesedihan serta penyesalan sebelumnya.

"Tentu saja. Roro dan Yashamaru bisa terus bersama denganmu, selama kamu mengerti beban apa yang harus kamu pikul untuk hal itu."

Mendengar jawaban Rasa, Roro kehilangan kendalinya dan menampar wajah Rasa yang masih mempertahankan senyum buruk diwajahnya.

Sesaat kemudian.

Tertegun, Rasa menyentuh pipinya yang memiliki cap tangan merah dengan tidak percaya. Melihat Roro yang memiliki mata merah dengan air mata yang menetes dari sudut matanya.

'Apa yang terjadi ?'

Rasa benar-benar tidak mengerti kesalahannya, dan bahkan mulai mempertanyakan kewarasan Roro yang begitu berani menampar seorang Kazekage sepertinya tanpa ragu.

"Kamu...... Meski aku tidak memiliki hak untuk mengatakan ini. Tapi, kamu benar-benar tidak pantas menyandang gelar sebagai seorang ayah !"

Memeluk Gaara yang juga sama terkejutnya, Roro pergi dari tempat itu bahkan tanpa menatap Rasa sedikitpun.

"Neesan ? Jangan menangis. Aku akan membagi asinan lidah dan ampela milikku denganmu. Jadi, jangan sedih lagi. Atau, atau kamu bisa menangis di pundak ku, Yashamaru sering memintaku untuk melakukan itu dan aku menjadi lebih baik karenanya !"

Menanggapi saran Gaara, Roro memeluk anak itu dan menangis di pundak kecilnya.

Bukanlah hal yang baik menangis di depan anak-anak, tapi Roro benar-benar tidak bisa menahannya.

Bagi dia yang sangat mencintai anak-anak lebih dari hidupnya, melihat seorang ayah yang lebih memikirkan kepentingan diatas anaknya sendiri sangat membuatnya sedih dan kesal.

Dia sangat marah hingga ingin memukuli ayah anak itu ditempat, tapi bersikeras untuk menahannya dan berakhir menjadi seperti sekarang. Menangis tanpa henti, didepan anak yang seharusnya menjadi yang paling sedih akan hal itu.

"....... Aku...... Aku akan berusaha dengan segala yang kumiliki untuk terus di sisimu. Jadi jangan menukar segalanya untukku dan Yashamaru. Mengerti ?"

"Tapi–"

Belum sempat Gaara menyelesaikan ucapannya, dia mendapatkan kecupan di dahinya yang berkerut sedih. Begitu lembut dan hangat, sama seperti pelukan yang biasa diberikan Yashamaru dan Neesan nya.

"Kamu cukup berusaha untuk bahagia saja. Jangan terlalu kejam pada dirimu sendiri."

Beberapa saat kemudian, Roro dan Gaara tiba di hutan tempat Yashamaru menunggu mereka.

Setelah menemani Gaara bermain selama berjam-jam hingga anak itu akhirnya tertidur pulas karena kelelahan, Roro mulai memberitahu Yashamaru apa yang telah terjadi sebelumnya.

"Apa ?!"

"Aku mungkin akan diusir, dipenjara, atau dihukum dengan segala cara lainnya. Jadi, sampai saat itu, aku harap kamu akan memberikan Gaara penjelasan yang sekiranya dapat dia terima sampai hari aku bisa menemuinya."

"Itu....... Maaf....."

"Ada apa tiba-tiba meminta maaf padaku ?"

"Kamu harus terlibat dalam hal yang tidak menyenangkan setelah kamu memasuki desa ini. Itu pasti pengalaman yang buruk bagimu."

Yashamaru sebelumnya telah membayangkan jenis kehidupan tenang dan damai yang selalu dimiliki oleh Roro, dan berpikir bahwa alasannya keluar dari kesendiriannya mungkin disebabkan oleh kesepian. Jadi, apa yang saat ini telah terjadi pasti membuat Roro kecewa dengan apa yang mungkin jauh dari harapannya.

"Meski memang ada pengalaman buruknya, tapi bertemu dengan Gaara dan kamu adalah keberuntungan yang akan akan membuatku sangat menyesal jika sampai melewatkannya."

"Roro......"

Wajah Yashamaru sudah benar-benar merah seperti kepiting rebus. Uap panas bahkan mungkin bisa keluar dari dua lubang telinganya jika memungkinkan.

"Ngomong-ngomong."

Sayangnya Roro mengabaikan perubahan Yashamaru, dan kembali memfokuskan dirinya pada Gaara sepenuhnya.

"Berikan ini pada Gaara jika aku memang harus terpisah darinya."

"Ini ?"

"Cookies. Itu adalah manisan."

"Eh ?!"

"Ada apa ?"

Keterkejutan Yashamaru membuat Roro sangat bingung.

"........ Gaara-sama tidak terlalu menyukai manisan."

"Eh ?!"

Sekarang giliran Roro yang menjadi bingung.

Bagaimanapun juga, mengingat Gaara yang memakan manisan pemberiannya dengan sangat lahap dan bahagia, siapa yang akan menyangka bahwa anak itu tidak menyukainya ?

"Gaara-sama menyukai makanan yang terasa gurih."

"Ah....... Begitu."

Roro langsung teringat asinan lidah dan ampela yang ingin dibagikan oleh Gaara saat dia menangis sebelumnya.

Adelia lupa bahwa, meski hampir semua anak di TK yang diajarnya menyukai manisan yang dia hadiahkan, itu tidak akan bisa membuat manisan menjadi makanan kesukaan mereka. Semua anak atau bisa dikatakan, semua orang, memiliki kesukaannya tersendiri.

Karena terbiasa menghadiahi manisan, dia lalai dan lupa mencari tahu makanan apa yang mereka sukai.

Sekarang dia terpikir bahwa mungkin anak-anak itu bukan senang karena hadiahnya, namun bahagia karena orang yang memberikannya kepada mereka.

"Kalau begitu tolong ambil ini sebagai gantinya."

Roro mengeluarkan dendeng yang dibungkus dengan kantong kertas dari dalam laci, berpura-pura mengambilnya dari sana untuk menutupi rahasia inventori miliknya.

"Ini ?"

"Dendeng sapi. Rasanya gurih dan kaya akan rempah-rempah. Gaara mungkin menyukainya."

"Baiklah. Saya akan memberikannya kepada Gaara-sama jika hal yang anda katakan telah terjadi. Tapi, jika perkiraan anda salah, maka saya akan memberikannya kepada beliau langsung. Tentu saja semuanya akan atas nama anda."

"Ya......"

Jawab Roro sebelum dia mengalihkan pandangannya ke jendela.

Dimata Yashamaru, Roro terlihat murung dan menatap keluar jendela dengan ekspresi wajah yang melankolis. Namun kenyataannya, Roro sedang menyaksikan kucing hitam tertentu yang mengawasinya dari atas pohon dengan pupil mata vertikal yang tajam.

'Sangat keras kepala......'

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗
✧*。 see you later 。*✧
╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝

╔═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╗✧*。 see you later 。*✧╚═════ ⊹⊱✫⊰⊹ ═════╝

Bab sebelumnya 

Daftar bab 

Bab berikutnya 

Comments

Popular posts from this blog

24. Hanya Hari-hari Biasa 2

23. Seseorang Yang Bisa Memberikan Rasa Nyaman

01. Detektif Conan