02. Mati Konyol
Nike Farzaneh, nama indah yang tidak cocok untukku. Dengan harapan agar aku menjadi anak yang cerdas dan pintar, serta mendapatkan kemenangan yang sempurna dalam segala hal, kedua orang tuaku memberikan ku nama itu.
Namun harapan mereka praktis menjadi beban. Setelah semua yang telah terjadi padaku, menjadi seperti yang mereka harapkan adalah hal yang mustahil untuk dilakukan.
Sedari kecil, tidak pernah ada siapapun yang mengakui usahaku, semua itu tidak akan pernah terlihat karena mereka menaruh terlalu banyak harapan padaku.
Saat aku telah frustasi karena tidak ada keluargaku yang mau mengakui usahaku, aku berusaha mencari pengakuan dari luar.
Alhasil usahaku terbayarkan, hampir semua guru menyukaiku, namun itu membangkitkan rasa iri dari murid lainnya dan mulailah awal pembulian terjadi.
Tentunya aku tidak hanya duduk diam dan pasti akan melawannya. Aku tidak akan pernah mau menjadi samsak anak manja yang bahkan tidak mau berusaha.
Tapi pada akhirnya mereka mulai membuat rumor yang sampai ke telinga para guru, meski awalnya mereka tidak percaya, tapi karena banyak sekali yang membicarakannya lambat laun mereka terpengaruh juga pada rumor itu.
"Salah, semuanya salah !" Tapi sebanyak apapun aku menjelaskan, tidak akan ada yang mau memperhatikan betapa putus asanya aku mencoba menjelaskan.
Putus asa ....
Aku mulai menjadi pemberontak dan berubah menjadi hikikomori akut.
Menyelam dalam fantasi yang ku dapatkan dari anime dan komik, terus berharap memiliki seseorang yang bisa menepuk kepala dan menemani ku.
Tanpa mengerti apapun, keluarga ku hanya menggelengkan kepala setiap kali mereka membicarakan ku.
"Kenapa anak ini menjadi begitu ?"
"Tidakkah dia tahu betapa bodohnya keputusan yang diambilnya itu ?"
"Bagaimana dengan masa depannya ?"
"Sulit sekali memberitahu anak keras kepala, apa dia tidak tahu betapa khawatirnya aku ?"
Mendengar celotehan mereka, awalnya aku berniat belajar investasi, tapi itu terlalu sulit bagi orang semacam ku.
Singkat cerita dengan susah payah aku bekerja sebagai penulis novel lepas dan translator yang tidak perlu sering keluar rumah, dan tentunya yang terpenting aku mampu.
Bertahun-tahun berlalu .... Aku merasa dapat hidup dengan nyaman seperti ini, namun seakan semua penderitaan ku sebelumnya itu tidak cukup, aku didiagnosis menderita leukemia akut yang menjadi cepat parah akibat dari stres yang berkepanjangan.
Akhirnya kali ini aku memilih untuk menyerah saja.
Aku yang sudah sangat menentang untuk kemoterapi, hanya memiliki harapan terakhir melangkah keluar untuk melihat dunia.
Berkeliling di tempat indah yang sering terlihat di internet, aku berusaha membuat kenangan, bahwa setidaknya aku tidak menyesali apapun setelahnya.
Dengan kursi roda yang tidak efesien aku berkeliling ke berbagai tempat, hingga sampai di tempat terakhir di daftar list harapanku. Itu bukan tempat wisata terkenal atau apa, ini hanya sekedar ruangan di lantai 3 rumah milik bibiku. Di sana bibi pernah mengajariku cara bermain piano dan memuji ku.
"Hebat ! Meski hanya sebentar, kamu sudah langsung bisa. Kamu bisa menjadi musisi yang hebat !" Pujian biasa tapi sangat bermakna.
Sayangnya umur bibi tidak panjang dan dia pergi meninggalkan ku sendiri. Akhirnya ruangan ini tidak pernah digunakan lagi, sampai aku akhirnya meminta izin pada paman untuk masuk.
Sangat berdebu !
Paman pasti tidak lagi pernah ingin masuk ke ruangan favorit bibi.
Mencoba menyentuh meja abu-abu di dekatku dengan jari telunjuk, aku melihat keajaiban dunia, dari perubahan warna abu-abu gelap menjadi putih seketika.
Bah !!!
Debunya bahkan mungkin hampir 3 cm. Ini keterlaluan !
Emosi ku bercampur aduk karena tempat yang penting ini terlalu kotor, dan secara ajaib aku mendapatkan kekuatan untuk berdiri, juga sampai mampu bersih-bersih yang terlalu sulit di bayangkan untuk orang yang sedang sakit parah.
Tapi karena terlalu kesal hingga level maksimal, aku hampir tidak peduli dengan keanehan apapun.
Beberapa menit berselang, aku merasa sesak karena terlalu banyak debu berterbangan. Mengibaskan tanganku, aku pergi membuka pintu balkon dan bernafas lega.
Melihat langit yang telah gelap aku sedikit menyesal karena telah meminta untuk menyendiri.
"Harusnya aku tidak meminta untuk menyendiri di tempat ini, dengan begitu aku setidaknya mempunyai orang yang akan membatu ku untuk membersihkan semua ini...."
Keputusan ku untuk pergi ke balkon sendirian, mungkin adalah keputusan paling buruk terakhir yang ku buat sebelum kematian.
Tangan ku yang memegang railing balkon berkeringat dan terpeleset. Tubuhku yang tidak siap bereaksi .... Jatuh !
"sial !!! Bibi benar, ini tidak cukup tinggi. Aku lupa !" Batinku.
Tanpa basa-basi tubuhku meluncur dengan cepat menuju tanah, dan berakhir begitu saja.
Pada akhirnya, aku mati karena kecelakaan dan bukannya kanker. konyol sekali.
Aku harap paman tidak semakin sedih, karena aku tidak sengaja mati dari tempat yang sangat dihargai bibi.
✦ * ͙ * ❥⃝ ∗ ⁎.ʚɞ.⁎ ∗ ❥⃝ ** ͙✦
Comments
Post a Comment